SEPUCUK SURAT UNTUK TAN MALAKA

980 kali dibaca

SEPUCUK SURAT UNTUK TAN MALAKAT

Tan
Sudikah kau mendengar dengan seksama
Kisah-kisah muram di zaman yang suram

Advertisements

Dahulu dengan mencecap sakit yang mencekam
Kau mencurahkan usahamu untuk belajar
Di kepalamu berkeliaran nasib para buruh
Di benakmu bekelana nasib anak bangsa
Di pikiranmu terbentang luas nilai-nilai kemanusiaan

Aku malu padamu
Diriku lumpuh oleh nada-nada
Yang disiapkan para pemodal
Kami terlena dalam giur yang menjinakkan

Engkau sakit, tapi belajar
Kami sehat tapi pikiran kami kotor oleh asmara
Kauarungi samudra dengan perenungan
Kami arungi waktu dengan kepatahhatian

Kau terbata-bata mengeja pembebasan
Kami terenyuh-enyuh dengan kegalauan

Tan,
Harus dengan cara apalagi aku menyembungikan urat malu ini
Dengan gigih kauturun
Menghunus kata
Mencerca penjajah

Namun kami
Terjatuh pada lautan puisi cinta

Dari penjara ke penjara kau menggagas ide
Dari warung kopi ke warung kopi
kami pacaran

Kau tumpuk-tumpuk pustakamu
Kami tumpuk-tumpuk surat cinta

Kau lari dari perang ke perang
Kami lari dari pasangan ke pasangan

Tan,
Aku malu
Aku sedih
Aku mengecewakanmu

 

JANJI PELIPUR UNTUK PEJUANG

Pada gusar yang menggelegar
Tiadakah dikau tahu, bahwa senyuman siluet senja selalu tersungging indah demi melipur laramu
Danau menari dengan anggun memeluk segenap gundah yang angkuh dalam jiwa
Siur angin bersenandung, mengucap salam kehangatan bagi sosok pejuang di depannya

Wahai gusar yang menggelora
Bukankah sangat indah lekukan awan di balik siluet jingga itu
Kicau burung menghancurkan kacau hati yang terpencar
Di balik letih itu, Tuhan selalu berhasil melukis bahagia pada kanvas pejuangnya

Wahai gusar yang pongah
Dengan angkuh sekarang alam berisyarat
Lambaian daun menderu-deru menyampaikan surat cinta
Bahwa di setiap lesuh pejuang, ada kebahagiaan dan perubahan bagi umat yang diperjuangkan

Wahai gusar yang jumawa
Berubahlah menjadi benih benih harapan
Semesta telah berjanji
Pada setiap jatuh, ada gemerlap lampion yang akan terbit
Pada setiap gemuruh badai, ada fajar yang indah
Kecam, kecewa dan lelah akan beringsut
Senyuman akan segara hadir memenuhi jamuan yang telah engkau perjuangkan

Kebahagiaan akan datang pada tempo yang sedekat-dekatnya, Wahai Pejuang

 

ANTARA KEMARIAN DAN KEHIDUPAN

Kehidupan telah mati, kematian telah hidup

Bisakah, si lebah menyambung kehidupan
Sedang sengat terjerabut
Menjelma obat bagi penyakit dari jiwa jiwa yang butuh

Bisakah jiwanya tetap bersiul
Cintanya tetap bersemi
Dengungnya tetap bersenandung
Sedang secercah madunya dirampas
Dan sarangnya dicabik-cabik oleh kerakusan

Bisakah, ia masih menjadi lebah yang lebah?

Kehidupan telah mati, kematian telah hidup

Apa kata yang diucap lilin pada api dan gelap?
Akankah untaian syukur
Sebab telah diberi  singgasana kebermanfaatan
atau sebongkah kata-kata kotor
karena telah meluluhlantahkan harapan akan keutuhan

bahasa apa yang diungkap atap pada kulit?
Akankah bahasa cinta
Ketulusan untuk pengorban
Kasih sayang untuk keutuhan
Ataukah hunusan umpatan
Sebab ia ditumbalkan atas terik
yang menyengat nan menyayat
atas krisis iklim
yang bahkan dibuat oleh ulah sang kulit

maukah ia menjadi lilin yang lilin
dan atap yang atap?

lalu bagaimana dengan manusia?
apa yang ia alami
akan manusia akan tetap menjadi manusia
akankah ia hidup dan tetap hidup
atau mati dan tetap mati

Kehidupan telah mati, kematian telat hidup.

ilustrasi: historia.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan