Senam Moderasi Beragama sebagai Wasilah

4,870 kali dibaca

Baru-baru ini, tampilan dokumentasi “Senam Moderasi Beragama” mewarnai ruang-ruang media sosial, seiring dengan ragam rangkaian kegiatan yang diselenggarakan oleh Kantor Kementerian Agama di beberapa daerah, sehingga mampu menjadi perhatian netizen karena senam moderasi beragama dinilai baru.

Dalam praktiknya, senam moderasi beragama ini tidak hanya dipahami sebagai sarana untuk dapat sehat secara jasmani saja. Akan tetapi, juga dipahami sebagai sarana strategis dan menjadi wasilah dalam upaya menanamkan kesadaran kerukunan umat dalam beragama dan bernegara.

Advertisements

Salah satu “Senam Moderasi Beragama” diselenggarakan oleh Kantor Kemenag Kabupaten Jember belum lama ini (20/12/2022). Kegiatan senam dilaksanakan dalam rangkaian menyambut Hari Amal Bahkti (HAB) Kemenag yang ke-77.

Meskipun, tidak banyak yang berbeda dengan kegiatan senam-senam pada umumnya, namun senam moderasi yang sempat digelar di alun-alun Kabupaten Jember ini ternyata berhasil menyedot perhatian publik. Bahkan, ratusan peserta yang mengikuti senam moderasi ini, terlihat kompak saat melakukan gerakan-gerakan senam, sebagaimana panduan seorang instruktur.

Musik yang ditentukan untuk mengiringi setiap lenggokan dan gerakan peserta, sengaja dipilihkan pada lagu yang dinilai cukup hits dan akrab ditelinga peserta. Keserasian antara musik, lagu, dan gerakan pada senam ini ternyata mampu memikat peserta, bahkan larut dalam setiap gerakan senam yang dipandu oleh instruktur. Tak ayal dokumentasi senam moderasi inipun sempat viral dibanyak platform media sosial.

Artikel ini melihat bahwa senam moderasi beragama yang ditampilkan sebagai rangkaian kegiatan memperingati HAB Kemenag di lingkungan Kementerian Agama di sejumlah daerah adalah sebagai wasilah, yaitu bagian dari media dalam upaya mengkampanyekan nilai-nilai moderasi beragama kepada masyarakat luas. Senam menjadi media yang sangat strategis sebagai sarana menanamkan nilai, apalagi masyarakat kita hari ini menjadikan senam sebagai kegemaran bahkan juga bagian dari tren gaya hidup sehat.

Moderasi beragama harus menjadi prioritas. Mengingat, hingga kini, keberagaman bangsa Indonesia masih berpotensi sebagai pemicu konflik. Namun demikian, keberagaman menyangkut isu Suku, Agama, Ras, dan Antar golongan (SARA), sesungguhnya akan dapat terjalin dengan baik, dan tumbuh menjadi kekuatan besar sekaligus kekayaan budaya yang tak ternilai harganya, apabila masyarakat mampu mengelola dengan baik.

Penulis memandang tepat, dengan menempatkan moderasi beragama menjadi bagian dari program prioritas di lingkungan Kementerian Agama. Sebab, program semacam ini akan berkontribusi dalam upaya membangun semangat keagamaan dalam keberagaman bagi masyarakat Indonesia. Optimisme dalam upaya menumbuhkan tatanan kehidupan dengan semangat toleransi, rukun dan terikat dalam persatuan yang kuat, akan dapat dirasakan. Sehingga kehidupan harmoni, atas dasar komitmen kebangsaan, toleransi, dan antikekerasan benar-benar dapat terwujud.

Apalagi, Kementerian Agama sebagai instansi pemerintah juga dituntut dapat memastikan keberlangsungan keberagamaan, sehingga dapat berlangsung dengan tenang, penuh toleransi. Tentu sebagai wasilah, kegiatan semacam “senam moderasi beragama” ini sangatlah strategis dalam upaya menanamkan paham tentang moderasi beragama.

Selaras dengan penjelasan Menag Yaqut Cholil Qoumas dalam sebuah situs resmi Kemenag RI (kemenag.go.id), bahwa Kementerian Agama memiliki keseriusan dalam upaya mengimplementasi program penguatan moderasi beragama. Bahkan program ini telah ditetapkan di RPJMN 2020-2024 dan menjadi program nasional. Menurut Gus Yaqut, program moderasi beragama ini menjadi amanat khusus Presiden Joko Widodo yang diberikan kepadanya (28/4/21).

Apakah sebagai wasilah, upaya penguatan moderasi beragama ini, dapat memastikan terwujudnya paham dan sikap masyarakat yang moderat dan toleran bagi masyarakat Indonesia? Ini adalah sebuah pertanyaan yang harus menjadi perenungan semua pihak. Mempertimbangkan bahwa keberagaman masyarakat Indonesia, baik suku, budaya, agama, etnisitas, dan lain-lainnya, selain bisa menjadi modal kekuatan bangsa, juga berpotensi menjadi sumber yang sangat subur terjadinya konflik.

Menjaga Keberagaman

Bangsa Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri atas lebih dari 17.000 pulau, terhampar dari Sabang sampai Merauke. Selain itu, Bangsa di bawah bendera merah putih ini, pada setiap pulaunya, juga banyak terdapat diversifikasi adat istiadat, budaya, suku, agama, dan kepercayaan. Potensi inilah yang dapat menguak suatu keunikan bangsa yang terangkum dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Keberagaman ini akan menjadi potensi besar bagi bangsa Indonesia, dengan catatan, keberagaman ini dapat dikelola dengan baik. Sehingga dapat tumbuh menjadi kekuatan besar sekaligus kekayaan budaya yang tak ternilai harganya.

Namun demikian, perbedaan semacam ini sesungguhnya juga dapat berpotensi sebagai pemicu terjadinya konflik, apabila tidak dikelola sebaik mungkin. Mengingat isu Suku, Agama, Ras, dan Antar golongan (SARA) masih berpotensi dan memicu terjadinya konflik.

Rentetan konflik dan persoalan kebangsaan lain seperti terorisme dan kekerasan yang pernah terjadi, cukup dapat menjadi pelajaran bersama. Sekadar ilustrasi yang ditampilkan melalui peta tentang aksi teror di Indonesiadata berdasarkan catatan Global Terrorism Index (GTI) yang pernah dilansir pada tahun lalu, menunjukkan bahwa jumlah aksi teror di Indonesia meskipun sempat turun hingga pada angka 24%, namun jumlah korban jiwanya harus meningkat hingga 85%. Di tahun 2021, tingkat rata-rata 1,5 kematian per serangan teroris di Indonesia, meskipun tahun sebelumnya hanya berkisar pada angka 0,6 kematian per serangan. (Sumber:databoks)

Meskipun ilustrasi peta aksi terorisme dan kekerasan ini tidak menunjukkan peta yang terjadi pada tahun 2022 ini, namun cukup menjadi dasar untuk memahami bahwa selain berpotensi sebagai kekuatan dalam membangun persatuan bangsa, namun juga harus diantisipasi dan dijaga dengan penuh ekstra, agar keberagaman ini tidak berpotensi sebagai sumber konflik.

Secara filosofis dapat diapahami, pluralisme merupakan suatu sistem nilai atau pandangan yang mengakui keragaman di dalam suatu bangsa. Keragaman atau kemajemukan dalam suatu bangsa itu haruslah senantiasa dipandang positif dan optimis sebagai kenyataan riil oleh semua anggota lapisan masyarakat dalam menjalani kehidupan berbangsa dan bernegara.

Sejauh  ini, Gus Dur dikenal sebagai bapak pluralisme Indonesia, yang dalam hidupnya getol   memperjuangkan nilai-nilai kebhinekaan, hak asasi manusia, dan kesetaraan hak warga negara.  Maman Immanulhaq Faqieh, melalui karyanya tentang Fatwa dan Canda Gus Dur, menyebutkan bahwa di mata Gus Dur, pluralisme adalah sebuah pandangan  yang menghargai dan mengakui adanya keragaman identitas, seperti suku, agama, budaya, ras, dll. Pluralisme bukanlah ide yang  ingin menyamakan semua agama, karena setiap agama tentu memiliki perbedaan dan keunikan  masing-masing. Karena itu tidak seharusnya menjadi sumber konflik, melainkan sebagai sarana  bagi manusia untuk memahami anugerah Tuhan agar tercipta toleransi dan harmoni di tengah kehidupan (2010:145).

Sebagai bangsa yang telah diikat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, tentu pluralisme ini harus dapat disadari bersama, sembari upaya untuk membangun kesadaran ini juga dilakukan melalui program-program pemerintah, termasuk melalui program senam moderasi beragama yang dinisiasi oleh instansi kementerian agama. Agar upaya dalam membangun kesadaran ini dapat dimaknai sebagai upaya memperkukuh soliditas dan solidaritas setiap komponen bangsa, serta keutuhan setiap jengkal wilayah tanah air yang amat luas ini.

Senam sebagai Wasilah.

Aksi “Senam Moderasi Beragama” yang diselenggarakan oleh Kantor Kementerian Agama di beberapa daerah, mampu menampilkan senam tidak sekadar untuk sehat secara jasmani saja. Akan tetapi, juga menjadi wasilah dalam upaya menanamkan kesadaran kerukunan umat dalam beragama dan bernegara.

Pentingnya Senam Moderasi Beragama yang ditampilkan sebagai rangkaian kegiatan memperingati HAB Kemenag di sejumlah daerah ini dapat menjadi wasilah bersama dalam mengkampanyekan nilai-nilai moderasi beragama kepada masyarakat luas. Mengingat, keberagaman kita belum sepenuhnya tumbuh menjadi kekuatan besar sekaligus kekayaan budaya yang tak ternilai harganya. Namun masih menyisakan potensi yang besar sebagai pemicu konflik.

Apalagi aktivitas senam sudah menjadi bagian dari gaya hidup untuk sehat bagi masyarakat saat  ini. Bahkan, meningkatnya minat masyarakat akan gaya hidup sehat, dapat dilihat dari event-event senam yang sering digelar di setiap acara tertentu oleh banyak komunitas gemar olah raga senam. Sadoso Sumosardjuno pernah menyebut dalam karyanya bahwa senam sebagai olahraga yang cukup trend saat ini menjadi salah satu jenis olah raga yang memiliki nuansa rekreatif, sehingga banyak digemari dan dinikmati sampai ke seluruh pelosok tanah air (2004:4).

Maka, dapat dibenarkan, apabila olah raga senam kini menjadi tren gaya hidup dalam pergaulan masyarakat. Sebatas perbandingan saja, jika beberapa tahun sebelumnya, senam lebih digemari   oleh masyarakat yang berusia muda dan hanya kalangan tertentu, namun belakangan ini, bergeser  dan banyak digemari dan dinikmati oleh banyak kalangan. Hal ini dapat dilihat banyaknya sanggar  senam yang murah, bahkan hanya cukup berlokasi di balai desa atau kantor kelurahan saja. Bahkan senam saat ini lebih banyak digemari oleh ibu-ibu di banyak desa dan perkampungan.

Karena itulah, kegiatan Senam Moderasi Beragama yang ditampilkan sebagai rangkaian kegiatan memperingati HAB Kemenag di lingkungan Kementerian Agama di sejumlah daerah merupakan sebagai wasilah yang sangat strategis di tengah masyarakat yang sedang selain gemar juga sedang berada dalam trens gaya hidupnya. Maka senam moderasi ini akan dapat menjadi bagian dari media dalam upaya mengkampanyekan nilai-nilai moderasi beragama kepada masyarakat luas.

Hemat penulis, kampanye ini sangat diperlukan bagi kelangsungan bangsa. Karena kegiatan semacam ini dapat berkontribusi dalam upaya membangun semangat keagamaan dalam keberagaman bagi masyarakat Indonesia. Selain itu juga dapat menjadi lebih optimis dalam upaya menumbuhkan tatanan kehidupan dengan semangat toleransi, rukun, dan terikat dalam persatuan yang kuat. Setidaknya kehidupan harmoni, atas dasar komitmen kebangsaan, toleransi, dan anti kekerasan dapat terwujud.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan