Sandal Kiai dan Cara Santri Ngalap Barokah

2,842 kali dibaca

Sebagai seorang santri, mendapat barokah adalah tujuan utama dari mondok. Selagi normal, tidak ada santri yang tidak menginginkan barokah, semuanya menginginkan barokah. Meskipun terkadang memang ada sebagian yang mondok hanya dilatarbelakangi oleh beberapa hal, seperti ikut arus (kebiasaan di rumahnya), atau yang banyak ditemui hanya ingin mendapatkan apa yang diinginkannya/imbalan dari orang tuanya.

Hampir 6 tahun lebih mondok, saya selalu menemukan hal unik di setiap pondok pesantren yang pernah saya singgahi. Tentang kebiasaan konyol para santri ketika belajar, juga tentang bagaimana cara santri mencari barokah. Membaca nadzaman secara bergantian ketika ngantri di kamar mandi, adalah hal paling konyol yang pernah saya temui. Dengan tangan memegang gayung dan handuk di kepala, tanpa mandzumat mini (kumpulan beberapa nazdaman), santri sudah bisa memanfaatkan waktu ngantrinya untuk belajar. Memang terkesan konyol, tapi itulah santri, selagi bermanfaat untuk diri sendiri dan orang lain, mengapa tidak?

Advertisements

Beragam macam cara telah saya temukan tentang bagaimana seorang santri untuk bisa memperoleh barokah, seperti menjadi abdi ndalem, menyapu pondok, menjadi sopir kiai, hingga hal remeh seperti menata sandal kiai.

Menata sandal kiai, mungkin menjadi salah satu cara santri mencari barokah yang paling sering saya temukan. Bahkan cara ini, bisa dipastikan menjadi kemauan/kebiasaan dari semua santri. Sehingga tak heran, banyak santri berlomba-lomba menunggu kiai, demi menata sandal (katetean)nya. Pernah suatu ketika, ada salah seorang santri cekcok dengan sesama santri gara-gara sandal kiai. Si A sudah jelas-jelas menunggu lama dengan niat ingin menata sandal kiai, tiba-tiba datang si B dengan cepat langsung menata sandal kiai tanpa menghiraukan sosok si A yang telah menunggu lama. Akibatnya, si A tidak terima, dan terjadilah cekcok diantara keduanya.

Bagi orang yang asing dengan dunia pesantren, mungkin cara ini terkesan remeh. Tapi bagi kita, yang memang sudah lekat dengan dunia pesantren, menata sandal kiai adalah harapan yang selalu ingin kita lakukan setiap saat. Dengan ketulusan hati, kita percaya; menata sandal kiai adalah wujud memuliakan (keta’dziman) kita kepada kiai. Dengan rasa ta’dzim pula, barokah insyaAllah kita dapatkan. Kebiasaan ini para santri menyebutnya sebagai ngalap berkah.

Perlu juga diketahui, bahwa kebiasaan (menata sandal kiai) ini bukan hanya kebiasaan turun temurun yang dilakukan tanpa berlandaskan apapun. Tetapi, kebiasaan ini berangkat dari bagaimana para santri menafsirkan maqalah-maqalah orang berilmu/ulama tentang bagaimana adab dan etika di dalam mencari ilmu dan barokah. Setidaknya Syeikh Az-Zarnuji di dalam kitab Ta’limul Muta’allim menjelaskan dengan secara jelas bagaimana etika dan adab untuk mencapai kesuksesan dan keberkahan dalam mencari ilmu.

اِعْلَمْ بِأَنَّ طَالِبَ الْعِلْمِ لَايَنَالُ الْعِلْمَ وَ لَايَنْتَفِعُ بِهِ اِلَّا بِتَعْظَيْمِ الْعِلْمِ وَأَهْلِهِ وَتَعْظِيْمِ الْأُسْتَاذِ وَتَوْقِرِهِ

”Ketahuilah sesungguhnya seorang pencari ilmu tidak akan memperolah kesuksesan ilmu dan tidak pula ilmunya bisa akan bermanfaat, kecuali jika mereka mau mengagungkan ilmu, ahli ilmu, dan menghormati keagungan gurunya.” (Ta’limul Muta’allim, Darul Kutub Salafy, hal 37)

Barangkali dari penjelasan Syeikh Az-Zarnuji inilah, menata sandal kiai adalah bentuk dari bagaimana para santri menghormati keagungan gurunya. Sayyidina Ali pun pernah berkata tentang begitu agung dan mulianya sosok guru; Ana ‘Abdu Man ‘Allamani Harfan Wahidan, In Syaa’a Baa’a Wa Insyaa’a A’taqa (Saya adalah seorang budak bagi orang yang mengajari saya walaupun satu huruf, dan saya rela diperjualbelikan dan dimerdekakan).

Dan semoga, dengan ketulusan hati dan niat ngalap barokah ini, hal remeh seperti kebiasaan menata sandal kiai, menjadi wujud dari bagaimana kita memuliakan dan mengagungkan sosok guru dan menjadi jalan untuk santri dalam memperoleh barokah. Wallahu A’lam.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan