agama dan budaya

Romantisme Agama dan Budaya dalam Bingkai Kebhinekaan

1,448 kali dibaca

Mengagamakan budaya dan membudayakan agama menjadi gagasan kontekstual membhinekakan Indonesia. Mengambil dasar nilai Pancasila melalui dialektika kebudayaan dan agama sebagai instrumen utama kemerdekaan Indonesia. Sejalan dengan cita-cita bangsa tentang keimanan, kerukunan, dan keadilan. Bukan tanpa alasan, dikenal memiliki budaya yang adi luhung, Indonesia juga merupakan negara paling religus di dunia.

Meskipun sifatnya abstrak untuk menilai kemajuan sebuah negara, budaya dan agama yang saling terikat menjelaskan keutuhan bangsa yang langgeng tanpa intervensi asing. Ketika negara lain tercerai berai akibat konflik domestik, Indonesia masih gagah mengampanyekan persatuan. Aktualisasi budaya luhur bangsa adalah kepatuhan terhadap anjuran tokoh yang dianggap punya kapabilitas mengatasi sebuah permasalahan. Penanganan pandemi adalah salah satu dari banyak kesediaan masyarakat untuk jatuh dan bangkit bersama.

Advertisements

Kebinekaan dalam tubuh Indonesia adalah keniscayaan yang coba diikat dalam kesepakatan pancasila. Sila pertama dijadikan representasi keberagaman kepercayaan dengan disimbolkan unsur ketuhanan. Selebihnya dijadikan cita-cita bangsa dengan memperhatikan aspek budaya bangsa seputar kemanusiaan, persatuan, musyawarah, dan keadilan.

Pancasila merupakan mahakarya founding fathers Indonesia. Menyusun diksi yang tidak memuat unsur suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). Ketika ada yang menyinggung unsur tersebut akan dilawan secara kompak dan bersama. Penghinaan atau pelecehan sara bukan cerminan budaya bangsa. Sebab dalam prakteknya kebudayaan Indonesia senang menghargai perbedaan dan mengindahkan rasa persaudaraan. Semua suku, agama, dan ras punya andil memerdekakan Indonesia dan menjaga keutuhan bangsa.

Agama merupakan hubungan vertikal manusia dengan Tuhan, sedangkan budaya merupakan hubungan horizontal manusia dengan manusia (sosial). Aplikasinya dibingkai dalam konsep ekasila: Gotong Royong. Dalam ajaran agama juga menghendaki adanya persatuan dan kedamaian yang sebenarnya sudah jauh diajarkan dalam budaya Nusantara. Tanpa kedatangan agama pun, bangsa Indonesia sudah menerapkan nilai-nilai keagamaan yang dibingkai dalam kebudayaan bangsa.

Problem Relasi Agama-Budaya

Permasalahan saat ini adalah pemaksaan kehendak kebenaran relatif yang diserap dari budaya asing. Budaya bangsa Indonesia banyak ditinggalkan generasi milenial yang lebih bangga menggunakan atribut luar negeri. Budaya bangsa dianggap kuno, usang, dan tertinggal. Pengaruhnya sampai kepada selera musik, makanan, pakaian, hingga gaya hidup.

Agama puritan juga aktif mendoktrin generasi milenial dengan tidak mengehendaki adanya akulturasi budaya. Ideologi konservatif dengan memaksakan kesakralan sistem dan tata cara beragama masa lampau. Keinginan pemurnian ajaran agama yang kemudian bentrok dengan akulturasi budaya yang sudah mengakar erat di masyarakat. Iming-iming kejayaan masa lampau terbentur dengan kedigdayaan kejayaan kerajaan Nusantara.

Memanfaatkan kemajuan teknologi, doktrin agama mewabah ke berbagai sendi kehidupan berbangsa. Agama menjadi bahasan yang sensitif di tengah budaya yang mulai perlahan kehilangan identitasnya. Mudah tersinggung yang berimplikasi pada pelaporan dugaan penistaan. Merasa tertindas dengan narasi bela agama dan kriminalisasi ulama. Agama yang semula diharapkan menjadi jiwa bangsa berubah menjadi alat politik untuk merebut kekuasaan.

Ketidakpercayaan pada nilai religius dan kebudayaan bangsa sendiri sering dimanfaatkan oknum tertentu untuk memperkeruh konflik di tengah masyarakat. Menawarkan isu untuk digoreng atau diviralkan di platform media sosial dengan semangat militansi agama. Bahkan, tren budaya berubah drastis menjadi tren agama yang dimulai dari ornamen-ornamen dan simbol-simbol agama.

Pakaian budaya ditinggalkan sebab tidak mencerminkan ajaran agama tentang batas aurat. Pakaian budaya tidak mendapat panggung untuk mempromosikan diri. Identitas bangsa digadaikan oleh nilai-nilai agama puritan. Perang argumen sudah menjadi budaya baru yang sudah jauh dari budaya asli bangsa. Cacian, makian, umpatan atas nama agama semakin nyaring terdengar. Agama sudah tidak lagi berbudaya.

Mencari Solusi

Masifnya gerakan Islam puritan dan budaya ketersinggungan menjadi pekerjaan rumah yang berat bagi pemerintah. Namun, potensi pecah belah bangsa harus dijadikan tanggung jawab semua pihak. Kemajuan bangsa tidak hanya dinilai dari seberapa tinggi investasi dalam negeri, namun juga seberapa konsisten menjaga romantisme agama dan budaya dalam bingkai kebinekaan.

Konflik di Timur Tengah seharusnya bisa dijadikan pelajaran tentang bahaya agama dijadikan alat untuk berpolitik (berkuasa). Potensi sumber daya alam dan laut Indonesia sangat besar untuk memakmurkan seluruh masyarakat. Kesejahteraan akan menjamin adanya keadilan sesuai yang dicita-citakan bangsa Indonesia. Namun, risiko perang saudara sangat mungkin terjadi sebagai strategi menguasai melimpahnya sumber daya di Indonesia. Menciptakan isu nasioanl yang berpotensi menjadi konflik dan peperangan.

Masyarakat harus kembali mengagamakan budaya dan membudayakan agama seperti sedia kala. Mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan dengan sikap moderat. Tidak mudah terprovokasi dan tersulut emosi menerima informasi yang belum tentu kebenarannya. Kecerdasan sebab melimpahnya informasi harus diimbangi dengan sikap kebijaksanaan dalam bersikap.

Agama adalah aspek fundamental bagi manusia, namun juga bisa menjadi malapetaka jika tidak mampu menguasainya. Agama harus dikembalikan sesuai ruhnya, tidak hanya sebatas manipulatif pakaian dan pergerakan atas nama Tuhan. Esensi dalam beragama adalah kemampuan memanusiakan manusia yang sudah tercermin dalam budaya bangsa Indonesia untuk disakralkan dalam Pancasila.

Peran pemerintah juga perlu mendapat perhatian agar tidak hanya berfokus pada pendapatan negara, namun juga harus mampu menjaga persatuan. Jangan sampai agama dan budaya yang seharusnya dijadikan pondasi kemajuan bangsa malah diprovokasi oleh tokoh dari pemerintahan itu sendiri. Pemerintah harus selalu memposisikan sebagai orang tua yang mengasuh dan menasehati anaknya yang berbeda cara pandang menyikapi sebuah kejadian.

Agama dan budaya memang punya peran strategis menjaga wibawa bangsa, namun instrumen lain harus juga meningkatkan kredibilitas lembaganya. Mulai dari penegakan hukum, keadilan, dan ketimpangan sosial. Agama adalah jiwa bangsa dan tubuhnya adalah budaya. Politik, sosial, hukum, ekonomi adalah pakaian yang menghiasai kehidupan yang ideal.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan