Ratiban, Tradisi Syukuran Masyarakat Pandansari

921 kali dibaca

Setiap tempat selalu memiliki kearifan lokal (local wisdom) yang membedakan dengan tempat lainya. Salah satu local wisdom yang ada di desa pandansari adalah tradisi Ratiban.

Ratiban merupakan tradisi yang dilestarikan turun temurun oleh masyarakat Desa Pandansari, Kecamatan Paguyangan, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah. Bagi masyarakat Pandansari, tradisi Ratiban merupakan bentuk ungkapan rasa syukur kepada Allah Swt atas kesuburan tanah dan permohonan dijauhkan dari segala malapetala dan penyakit

Advertisements

Konon, tradisi Ratiban ini pertama kali diinisiasi oleh seorang kiai yang bernama Kiai Sirpan Reksayuda. Ia merupakan kepala desa pertama di Pandansari pada tahun 1892-1917. Berdasarkan sejarahnya, tradisi Ratiban biasanya dilaksanakan pada bulan Suro atau Muharram (bulan awal dalam kalender Hijriah) dan tepatnya hari Kliwon. Pemilihan hari Kliwon ini dipercaya karena pada hari ini banyak hal-hal yang mengandung kemistikan.

Setelah vakum beberapa tahun terakhir, mulai tahun 2023 ini tradisi Ratiban kembali diilaksanakan di Pandansari. Puncaknya pada Jumat Kliwon (28/07/23) kemarin. Banyak kegiatan digelar dalam rangka memeriahkan Ratiban ini. Mulai dari pagelaran seni hingga mengarak nasi tumpeng dan doa bersama.

Dalam pentas kesenian, salah satu yang ditampilkan adalah tari Ronggeng. Keberadaan tari Ronggeng sendiri tidak bisa lepas sebagai salah satu kesenian bagi masyarakat Desa Pandansari dan erat kaitannya dengan pendirian pabrik teh kaligua berpuluh tahun lalu.

Sedangkan, dalam arak-arakan itu juga, berbagai macam makan olahan serta hasil bumi meramaikan kirab sebagai puncak kegiatan Ratiban.

Pada puncak Ratiban kemarin, ratusan warga Pandansari sejak pagi sudah memadati kantor desa setempat. Dipimpin Kepala Desan Pandansari Irwan Susanto, Ratiban ini juga dihadiri Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Brebes Rofiq Qoizul Adzam, Anggota DPR RI Agung Widiyantoro, Anggota DPRD Brebes Ahmad Zamroni, dan serta beberapa pejabat lainya.

Ratusan warga Pandansari tersebut, baik orang tua maupun anak-anak, berjalan kaki menyusuri jalan utama mulai dari Kantor Desa menuju Telaga Ranjeng yang lokasinya berada persis di tengah desa. Dari balai desa, masyarakat mengarak 57 tumpeng yang berasal dari 57 Rukun Tangga (RT) di seluruh desa Pandansari menuju Telaga Ranjeng.

Setelah sampai di Telaga Ranjeng, ada sambutan-sambutan dari tokoh masyarakat serta pejabat daerah. Prosesi selanjutnya adalah pembacaan doa, setelah itu pelarungan sesajen dan bunga lalu diakhiri dengan makan tumpeng bersama-sama atau dikenal dengan makan takiran.

Menurut Kepala Desa Pandansari Irwan Susanto, Ratiban merupakan tradisi sebagai bentuk ungkapan rasa syukur masyarakat atas kelimpahan rezeki dari Allah. “Karena tujuannya adalah syukuran, dalam acara juga kami isi dengan bacaan zikir, tahlil, dan doa. Kemudian penutupnya dengan makan bersama nasi tumpeng,” ungkapnya.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan