PUISI MENJELAJAH PAGI

1,482 kali dibaca

TANAH HIKMAT

Untuk sebentar saja, raga harus berpisah
Meninggalkan tanah kasih, menemui tanah hikmat
Demi menunaikan panggilan rindu,
Sudah lama hati berlumur debu
Terkoyak-koyak gejolak musim
Hilang arah menyusuri cuaca.
Ingin sekali tubuh ini bersuci
Mengingat kembali peta illahi rabbi

Advertisements

Meski jauh di tanah kasih
Hujan harus siap membendung mata,
anak-anak yang menunggu kepulangan
Sebelum tunai kewajiban.

Yaa Rabbii…
Berkahilah langkah ini
Langkah yang telah menuai perintah
Langkah yang ingin menuju janah

Cirebon, 2022.

MENJELAJAH PAGI

Hari demi hari berjalan
Matahari tiba,
menyapa usia yang beraneka rasa

Seribu kaki yang telah lahir
Melangkah menjelajah pagi

Seperti musim-musim sebelumnya
Dan untuk musim yang akan datang
Berjalan dalam peta
Tanpa sedia kompas

Api kompetisi terus dinyalakan
sepanjang jalan perjuangan
Pada tiap-tiap daksa yang mencoba mengejar bintang

Bila terlalu lambat
Bintangnya keburu hilang,
Bisa jadi diambil orang.

Sedang langit yang semakin gelap
Cuaca tak mudah ditebak
Meninggalkan sebagian daksa
Yang enggan berlari pada jalurnya
Lenyap sudah,

Bintang-bintang yang menghiasi kepalanya
Tinggal tersisa puing-puing
Yang akan beradu dengan nasib

Cirebon, 2022.

DOA MALAM

Pada malam yang dingin
Kata-kata seringkali bermunculan;
dari tubuh luka,
hati pasrah,

Dan mulut yang meredam tawa
Berbisik lirih di telinga Tuhan-Nya
Bunyinya seperti deru angin
yang merindukan kehangatan

Di sepanjang malam
yang disebut-sebut paling hening
Lebih hening daripada ruang sepi
Ada yang tengah terbangun
Mencari-cari Tuhan-Nya sendiri

DI SELA-SELA JEMARI KUMUH

Di sela-sela jemari kumuh,
tangan tak pernah berhenti menengadah
melafalkan doa-doa musim
yang menerjemahkan waktu

Meski terik terasa panas
serta hujan yang mengguyur badan
Tak habis tubuh ini menjadi tiang kehidupan
Berdiri kokoh,
ditengah hiruk pikuk alam
tak terduga

Dan hanya kepada-Mu aku merayu
di saat waktu tak lagi bersahabat denganku

SENJA DARI DESA

Di bawah terik mentari
Aku tengah duduk seorang diri menjelma sunyi
Meratapi pergantian musim semi
Dari balik jendela masa yang telah berganti

Dahulu burung-burung kecil bernyanyi
Diiringi tumbuhan yang menari-nari
Berdecakan suara anak-anak berlari
Di bawah pangkuan senja yang senantiasa menerangi

Bau rerumputan basah kini tak lagi beraroma
Dari paru-paru yang tersedak polusi udara
Elok panorama asmaraloka yang semakin tak terjaga
Di bawah mata senja kerinduan bersemayam duka

ilustrasi: sunrise, monet.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan