Potret Pesantren Mandiri (2): Al Amin Dumai

3,302 kali dibaca

Tulisan kedua dari 9 pondok pesantren yang dijadikan percontohan pesantren mandiri oleh Kementerian Agama adalah Pondok Pesantren Al Amin Kota Dumai. Berkat budi daya jamur, pesantren ini tak hanya mampu menghidupi dirinya sendiri, tapi juga mendorong perkembangan perekonomian masyarakat setempat.

Pondok Pesantren Al Amin baru berdiri pada 2004. Meski begitu, ia tercatat sebagai pondok pesantren salafiyah  pertama di Desa Bagan Keladi, Kecamatan Dumai Barat, Kota Dumai, Riau. Pendirinya adalah KH Zainal Abidin. Pendirian pesantren ini bermula dari pengajian kecil (majlis taklim) dengan sistem khalaqah yang dirintis Kiai Zainal sejak tahun 2000.

Advertisements

Ketika jumlah santri dan jamaah yang mengikuti pengajiannya semakin banyak, Kiai Zainal mulai memunculkan ide mendirikan pondok pesantren. Ide tersebut langsung disambut oleh santri dan jamaahnya, dan memperoleh dukungan dari masyarakat setempat.

Awalnya, pada 2002, dibangun gedung madrasah ibtidaiyah (MI/) permanen yang berlokasi di kompleks pondok pesantren yang sekarang. Di gedung itulah dimulai pendidikan setingkat SD. Lalu, pada 2004 lembaga pondok pesantren diresmikan dengan nama Pondok Pesantren Al-Amin Dumai.

Ketika jumlah santri terus bertambah banyak, pada 2006 pondok pesantren juga membuka jalur pendidikan formal lebih tinggi, yaitu Madrasah Tsanawiyah Al-Amin. Berikutnya juga dibuka jalur pendidikan Madrasah Aliyah (setingkat SMA). Untuk memayungi kegiatan pendidikan tersebut, maka didirikanlah yayasan yang diberi nama Yayasan Pondok Pesantren Al-Amin Dumai. Selain itu, juga dikembangkan pendidikan nonformal berupa  Diniyah Awwaliyah dan Pengajian Kitab Kuning.

Berkat Jamur Tiram

Kini, fasilitas pendidikan di Pondok Pesantren Al-Amin tergolong lengkap, mulai dari asrama santri hingga gedung sekolah untuk RA, SDIT, MTs, dan MA beserta sarana dan prasarana yang memadai. Jumlah santri mukim sekitar 500 orang, belum termasuk santri kalong yang saban hari ikut ngaji atau belajar di pondok namun tidak tinggal di pondok.

Yang menarik, untuk mendukung kegiatan pesantren, sejak awal pengasuh pondok mencoba dengan membuka unit usaha sendiri. Pada 2005, misalnya, mulai dibuka kantin pondok dengan modal awal seadanya. Kantin ini dikelola oleh para santri. Bermula dari kantin ini, unit-unit usaha Pesantren Al-Amin akhirnya terus berkembang.

Saat ini, ada beberapa unit usaha yang dikelola Pesantren Al-Amin ini. Di antaranya, budidaya jamur riram, depot air minum, mini market, home industri, pupuk kompos, perternakan (untuk biogas), perikanan, pertanian, konveksi, dan koperasi simpan pinjam. Semuanya dikelola oleh santri sendiri.

Karena memiliki banyak unit usaha, Pesantren Al-Amin juga menggulirkan program-program pendidikan dan pelatihan untuk menunjang life skill santri. Misalnya, Pesantren Al-Amin mengelola kegiatan pelatihan untuk berbagai jenis pekerjaan, menyelenggarakan pendidikan kewirausahaan dan kemandirian ekonomi, dan pendampingan pertanian dan konveksi. Tak hanya diikuti oleh santri Pesantren Al-Amin sendiri. Program-program penunjang life skill ini juga banyak diikuti oleh santri-santri dari pesantren lain.

Dan tak hanya dikelola santri sendiri. Kegiatan berbagai unit usaha kreatif milik pesantren ini juga banyak melibatkan masyarakat sekitar. Misalnya masyarakat setempat juga ikut terlibat dalam pembuatan kerajinan tangan, makan produk olahan, budidaya pertanian, dan isi ulang air minum. Banyak produk olahan dari Pesantren Al-Amin ini sudah dipasarkan ke berbagai daerah, seperti produk olahan jamur dan singkong, seperti kripik kulit singkong, kripik pedas singkong, kripik daun singkong, kripik jamur, dan lainnya.

Dengan potensi yang sangat besar, unit-unit usaha Pesantren Al-Amin ini sudah sering memperoleh bantuan dari berbagai pihak. Sebutlah, misalnya, dari Bank Indonesia (BI). Bantuan yang pernah diberikan BI berupa green house dan mesin packaging untuk pengembangan budidaya jamur.

Dengan berbagai unit usahanya, selain membekali santrinya dengan ilmu, Pesantren Al-Amin juga membekali jiwa entrepreneur atau kewirausahaan kepada para santrinya. Dengan demikian, setelah lulus dari pondok, para santri juga sudah siap untuk hidup mandiri lantaran sudah memiliki modal life skill dan jiwa kewirausahaan. Itulah salah satu alasan Kementerian Agama menetapkannya sebagai salah satu percontohan pesantren mandiri.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan