Peran Kejawen dalam Penyebaran Islam

1,868 kali dibaca

Kejawen merupakan sebuah kepercayaan etnis yang ada di Pulau Jawa, yang sejak dulu diajarkan oleh orang-orang terdahulu mereka secara turun-temurun. Kejawen, dalam ajarannya, adalah cara spritual orang Jawa dalam mengagungkan Tuhan. Selain itu, mistik kejawen dianggap sebagai ilmu yang memiliki ajaran yang paling utama. Yaitu, membangun tata krama dan aturan-aturan cara berkehidupan dengan baik.

Petir Abimanyu dalam bukunya Ilmu Mistik Kejawen menjelaskan, bahwa ilmu mistik kejawen secara etimologi berasal dari bahasa Jawa, yang artinya segala yang berhubungan dengan adat atau kepercayaan Jawa. Sedangkan, secara terminologi, kejawen merupakan sebuah tradisi, adat, sikap, dan laku spiritual serta filosofi orang-orang Jawa. Di sini, kejawen tidak dianggap sebagai agama. Tetapi, sebuah cara pandang atau nilai-nilai orang Jawa yang dibarengi dengan laku spritual.

Advertisements

Mengenai laku spritual mistik kejawen, masyarakat Jawa memiliki banyak macam. Hal ini, sebagai cara untuk mengekspresikan kepercayaannya. Misalnya, ketika malam Jumat Legi atau malam Satu Syuro masyarakat Jawa biasanya akan melakukan ritual-ritual tertentu. Lengkap dengan uba rampe, kembang, sesajen, kemenyan, dan lain-lain. Masyarakat Jawa juga akan melakukan slametan dalam rangka memperingati hari-hari tertentu. Misalnya, slamatan memperingati hari lahir anak, perkawinan, kematian, dan masih banyak lainnya sesuai dengan kebutuhan dan kepercayaan masyarakat setempat.

Dalam sejarah, ajaran kejawen sudah ada sangat lama. Ia berkembang sebelum agama Islam datang dan menyebar di Pulau Jawa. Bahkan, ajaran kejawen sudah ada sejak zaman Kabuyutan, zaman di mana Pulau Jawa masih dihuni oleh sedikit manusia. Agama tertua yang ada di bumi pertiwi ini (Hindu-Buddha) pun masih belum berkembang. Dengan demikian, ajaran kejawen sudah ada sebelum masuknya agama Hindu, Buddha, Kristen, dan Islam.

Tentu saja, hal ini tidak terlepas dari asal-usul mistik kejawen itu sendiri. Menurut penulis buku ini, mistik kejawen berawal dari dua tokoh misteri, yaitu Sri dan Sadono. Sri sejatinya adalah penjelmaan dari Dewi Laksmi, istri Wisnu. Sedangkan, Sadono adalah penjelmaan dari Wisnu itu sendiri. Keduanya sesungguhnya adalah suami-istri yang menjadi cikal bakal kejawen (hal: 25).

Akulturasi Islam-Jawa

Kejawen memiliki peran penting dalam penyebaran Islam di Pulau Jawa, yaitu ketika Islam dibawa oleh Wali Songo untuk menyebarkan ajarannya. Karena, hal ini dianggap lebih gampang untuk pelan-pelan menyampaikan kepada masyarakat tentang syariat Islam. Yaitu dengan memasukkan unsur kebudayaan dan tradisi Jawa agar mudah diterima serta dipahami oleh masyarakat kala itu.

Misalnya, seperti pertunjukan wayang kulit dan dendangan lagu jawa, para tokoh Wali Songo (khususnya Sunan Kalijaga), menggelar acara demikian. Hal ini bertujuan untuk menarik perhatian masyarakat, yang nantinya ajaran Islam pelan-pelan dimasukkan dalam kegiatan tersebut.

Sebagai bentuk pengenalan masyarakat Jawa kepada agama Islam, Sunan Kalijaga selalu menggelar pertunjukan wayang kulit di halaman masjid, yang di sekelilingnya diberi parit. Parit ini nantinya berguna sebagai tempat membasuh kaki para penonton sebelum masuk masjid. Hal ini, sebenarnya menjadi simbolisasi dari pelaksanaan wudhu yang disampaikan secara pelan-pelan.

Selain pertunjukan wayang kulit, para wali juga menyebarkan dendangan lagu Jawa yang bernuansa simbolisasi ajaran Islam. Misalnya, lagu Ilir-Ilir yang diciptakan oleh Sunan Kalijaga. Yang mana lagu tersebut memiliki makna-makna yang sangat dalam dan berguna untuk selalu diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari.

Misalnya, pada kata cah angon, cah angon, penekna blimbing kuwi, lunyu-lunyu penekna kanggo seba mengko sore. Cah angon adalah simbolisasi dari manusia sebagai khalifah fil ardl atau pemelihara alam bumi ini (angon bumi). Penekna blimbing kuwi mengibaratkan buah belimbing yang memiliki lima segi membentuk bintang. Kelima segi itu adalah pengerjaan rukun Islam (yang lima) dan salat lima waktu. Lunyu-lunyu penekna berarti tidak mudah untuk bisa mengerjakan keduanya (rukun dan salat lima waktu) dan jalan menuju Surga memang tidak mudah. Adapun, kanggo sebo mengko sore artinya untuk bekal di hari esok (hal: 124).

Nah, proses akulturasi Islam dengan budaya Jawa inilah yang menjadi cikal bakal munculnya Islam kejawen, yang dipelopori oleh para Wali Songo ketika hendak menyebarkan agama Islam di tanah Jawa.

Data Buku:

Judul               : Ilmu Mistik Kejawen
Penulis             : Petir Abimanyu
Penerbit           : Noktah
Tahun Terbit    : Cetakan Pertama, 2021
Ukuran Buku  : 14 x 20 cm
Tebal               : 282 halaman
ISBN               : 978-623-1675-19-4

Multi-Page

Tinggalkan Balasan