Modern adalah “Tradisional yang Dijual”

1,695 kali dibaca

Kehidupan modern nyatanya mempunyai dampak yang meluas di segala lini kehidupan. Namun, sebenarnya segala hal yang ada di dunia ini tentu pasti ada akarnya. Dan konsep yang demikian tak terlepas dari modernitas itu sendiri. Perlu diketahui bahwasan konsep modern bukanlah hadir hanya pada infrastruktur ataupun bentuk fisik yang sudah disandingi dengan kemampuan pintar teknologi. Modern merupakan terminologi masa kini yang hadir untuk menggeser masa lalu, yaitu tradisional.

Apakah benar modernitas itu ada? Atau sebenarnya modernitas itu adalah cara manusia saat ini untuk mengemas ulang tradisionalitas? Jika kita telisik, sebenarnya dikotomi antara modern dan tradisional lahir di masa sekarang. Sedangkan, jika kita mundur pada pengalaman masa lalu, maka pengalaman yang cocok adalah pengalaman atas ketradisionalan. Dan, dapat disimpulkan bahwasan modern dan tradisional itu melekat pada waktu.

Advertisements

Jika melihat dari definisi yang diberikan oleh sebagian para ahli, modern atau modernisasi itu sebenarnya adalah transformasi total kehidupan bersama yang tradisional dalam arti teknologi serta organisasi sosial ke arah pola-pola ekonomis dan politis. Kita bisa menggarisbawahi bahwasan sebenarnya modern adalah sebuah transformasi. Namun, secara sepihak sebenarnya definisi tersebut juga seakan melakukan judgement kepada masa lalu (tradisional) sebagai tidak modern atau pramodern.

Padahal, fenomena sosial maupun fenomena budaya yang terjadi di masa lalu merupakan aspek modernitas dan akar dari modernitas yang saat ini. Banyak sekali hal-hal yang modern yang berakar pada tradisionalitas. Bahkan, beberapa hal yang dibilang tradisional belum bisa dijelaskan oleh manusia modern saat ini. Dan banyak pula hal modern yang saat ini terjadi sudah digambarkan oleh manusia masa lalu yang dianggap sebagai masyarakat tradisional.

Di sini, penulis akan memberikan beberapa contoh yang berkaitan dengan tradisional dan modern. Pertama, dukun beranak. Jauh sebelum profesi kebidanan hadir dalam subjek pengetahuan, manusia tradisional sudah mengetahui teori dan konsep cara menangani kelahiran. Bahkan para dukun beranak tidak hanya dibekali dengan pengetahuan praktis, namun juga pengetahuan spiritual. Namun, rupanya zaman menelan profesi tradisional tersebut dan akhirnya ditransformasikan menjadi bidan. Sekolah-sekolah kejuruan dan kampus-kampus berlomba-lomba membuka lowongan pengetahuan untuk mempelajari kebidanan. Bahkan, banyak pula dukun beranak yang harus bermitra kepada bidan dulu untuk bisa membantu.

Standar modern rupanya menggeser nilai kearifan masa lalu. Tak hanya itu, monopoli terminologi juga digencarkan. Para intelektual lebih suka mengambil istilah bidan ketimbang dukun karena aspek modern dan tradisional. Padahal, segala konsep dan ide justru datang jauh sebelum munculnya bidan. Lalu siapa yang modern dan siapa yang tradisional jika begini?

Kedua, sistem perbankan syariah. Jauh sebelum bank-bank di zaman modern ini muncul, konsep dan teori keuangan justru sudah diatur dalam konsep Islam. Saat ini justru sistem bank syariah mempunyai market yang besar, sehingga banyak yang tertarik untuk menjadi nasabah. Padahal jika kita telisik, konsep ini justru sudah ada ratusan tahun lalu, namun nyatanya baru masif digunakan di satu dekade terakhir ini. Lalu, siapa yang modern dan siapa yang tradisional?

Ketiga, alat minum kendi. Jika kita biasanya minum air dengan mengambil air dari galon dan dituangkan ke gelas kaca atau plastik, maka cara minum pada zaman dulu bukanlah dari gelas kaca melainkan dari alat minum dari gerabah, yaitu kendi. Rupanya konsep tradisional ini membuat manusia modern takjub. Di balik kendi ada banyak manfaat kesehatan yang diberikan, di antaranya adalah air dari kendi dapat meningkatkan metabolisme tubuh. Air dalam kendi juga dapat menyesuaikan pH air yang diinginkan tubuh kita, dan masih banyak yang lain. Rupanya modernitas masih tertinggal jauh dari pengetahuan masa lampau. Lalu, siapa sebenarnya yang modern dan siapa yang tradisional?

Dan, tidak hanya itu, bahkan konsep yang digunakan manusia tradisional masih banyak yang belum bisa dijawab oleh manusia modern. Walaupun, sudah berabad-abad waktu yang diberikan, tetap saja tidak bisa. Semisal, menjelaskan tentang peristiwa Isra Miraj secara intelektual, menjelaskan bagaimana sebuah candi pada masa Singosari bisa berdiri kokoh walau tanpa semen, dan banyak yang lainnya. Sedangkan, kemunculan peristiwa modern justru dianggap biasa oleh masyarakat tradisional. Contohnya, munculnya pesawat atau kereta, orang zaman dulu akan menjawab “Itu sudah diramalkan Jayabaya, gak perlu kaget.”

Nah, sebenarnya konsep modern dan tradisional itu masih bias. Tidak ada yang mutlak. Jadi dikhotomi yang terjadi antara keduanya sebenarnya hanyalah semu. Modern hanyalah terminologi untuk “berjualan” di masa kini. Sedangkan, tradisional hanyalah sebuah termiologi untuk menegasikan produk lama.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan