santri fathul hidayah

Menjadi Santri Merdeka

1,258 kali dibaca

Nurcholish Madjid alias Cak Nur menyebut asal usul kata santri berasal dari kata shastri dalam bahasa sanskerta yang artinya melek huruf. Santri juga bisa diambil dari kata cantrik dalam bahasa Jawa yang artinya selalu mengikuti seorang guru kemana pun ia pergi dan menetap. Sementara A. H. John berpendapat bahwa santri berasal dari bahasa Tamil yang artinya guru mengaji (Dhofier, 1982). Jadi santri dapat disimpulkan seseorang yang mendalami agama melalui kitab-kitab dengan arahan guru atau kiai.

Dalam proses pengajarannya, santri diwadahi lembaga yang disebut pondok pesantren. Pesantren adalah lembaga pendidikan khas Indonesia yang jumlahnya tersebar di seluruh nusantara dan mayoritas berdiri sebelum Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Pendirian pesantren di masa lalu didorong untuk mencerdaskan anak bangsa supaya punya kekuatan untuk keluar dari masa penjajahan atau kolonialisme.

Advertisements

Pada masa kemerdekaan, para santri berperan dalam jalur diplomasi politik dan  militer. Pada jalur politik, kita dikenalkan tokoh-tokoh perjuangan dari kalangan santri seperti KH Abdul Wahid Hasyim, Ki Bagus Hadikusumo, Mr Mohamad Roem, Abukusno Tjokrosujoso, H Agus Salim dan lain sebagainya. Selain itu ada juga yang tergabung dalam anggota BPUPKI. Di bidang militer lahir lasykar Pembela Tanah Air pada bulan November 1943 lalu diikuti oleh kelahiran lasykar Hizbullah.

Pascakemerdekaan, Resolusi Jihad yang dicetuskan oleh KH Hasyim Asyari menjadi puncak perjuangan santri dalam mempertahankan nasionalisme. Bentuk keterlibatan nyata para santri dalam menjaga dan mepertahankan tanah airnya dari penjajah yang ingin kembali menguasai Indonesia dengan jargonnya “hubbul wathoni minal iman”, Kemudian pencetusan Resolusi Jihad resmi ditetapkan menjadi Hari Santri Nasional yang diperingati setiap tanggal 22 Oktober.

Laporan Kementerian Kementerian Agama per Januari 2022 menunjukkan bahwa ada 26.975 pondok pesantren di Indonesia. Provinsi Jawa Barat menyumbang jumlah pondok pesantren terbanyak dengan 8.343 pesantren atau sekitar 30,92% dari total pesantren nasional. Sementara provinsi dengan jumlah pondok pesantren paling sedikit berada di Maluku dengan 16 pondok pesantren.

Menjamurnya lembaga pondok pesantren menjadi angin segar bagi bangsa Indonesia yang memiliki bonus demografi. Bagaimana pesantren masih dijadikan pilihan pembentukan karakter yang religius dan nasionalis di tengah masifnya perubahan peradaban yang mengikir kecintaan akan budaya, adat, dan tanah air.

Nasionalisme merupakan istilah yang baru populer di akhir abad ke delapan belas. Nasionalisme awalnya di ambil dari Bahasa Inggris pada tahun 1836 yang bersifat teologis sebagai doktrin bahwa bangsa-bangsa tertentu dipilih secara ilahiah. Sejak saat itu, istilah nasionalime disamakan dengan egoisme nasional. Ada juga yang beranggapan bahwa nasionalime merupakan benih fanatisme terhadap bangsa dan negara.

Menurut Smith (2001), kata nasionalisme saat ini dapat digunakan untuk beberapa hal seperti 1) proses pembentukan atau pertumbuhan bangsa; 2) sentimen atau kesadaran memiliki bangsa yang bersangkutan; 3) bahasa dan simbolisme bangsa; 4) gerakan sosial dan politik demi bangsa yang bersangkutan; 5) doktrin atau ideologi bangsa yang umum maupun yang khusus.

Minilik sejarah panjang perjuangan santri melawan penjajahan dan mempertahankan kemerdekaan, relasi santri dan nasionalisme cukup erat. Santri punya tanggungjawab merawat kebhinekaan dari rong-rongan ideologi khilafah yang menyasar generasi milenial potensial. Gerakan tersebut menyusup ke bilik-bilik pendidikan formal, lembaga perkantoran, hingga pintu-pintu media digital.

Nasionalisme bukan perkara mengusir pejajah atau lantang menyanyikan lagu Indonesia Raya, masih ada pekerjaan bersama (santri) untuk konsisten membendung konfrontasi bernarasi simbol-simbol agama. Pembenturan keyakinan yang ditopang gairah politik identitas. Menyerang masyarakat yang jauh dari pemahaman agama untuk didoktrin soal paham takfirisme.

Seperti pesan banyak kiai di media digital, bahwa sudah saatnya santri berperan menunjukan eksistensinya “memerdekakan Indonesia” dari penjajahan ideologi, tren berbusana, hingga fanatisme brutal mengubah dasar negara. Santri potensial diharapkan banyak muncul di ruang-ruang publik memberikan pemahaman mengenai literatur tafsir untuk melawan narasi radikalisme. Indonesia baru akan merdeka kalau semua elemen masyarakat punya perasaan kecintaan yang sama terhadap bangsa dan tanah air.

Santri nasionalis harus tampil eksis di berbagai ruang. Data menunjukan kekuatan santri di Indonesia yang punya potensi besar menjadi garda terdepan menjaga keutuhan NKRI. Tidak harus berdebat atau adu argumen mengenai pemahaman atas keyakinan beragama, sebab banyak metode yang bisa dilakukan santri untuk berbakti terhadap negeri. Sudah banyak santri yang punya kapabilitas diskusi ilmiah mengenai tafsir mengenai mazhab, politik Islam, hingga sejarah.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan