Mengenal Tarājim, Kitab Karya Mbah Moen

3,640 kali dibaca

Berbagai lapisan masyarakat, mulai dari Indonesia hingga manca negara, telah banyak mengenal bahkan mengakui sosok KH Maimoen Zubair sebagai kiai pesantren yang sangat alim dan berkharisma. Tidak hanya itu, kiai yang akrab disapa Mbah Moen itu juga produktif menulis. Di tengah kesibukannya mendidik santri, melayani umat, dan menjadi penasihat kenegaraan, beliau masih sempat menyisihkan waktu untuk menebar kemanfaatan dengan menulis karya kitab di berbagai bidang ilmu keislaman. Mulai dari fikih, tauhid, sejarah, hingga tasawuf.

Saya tercatat sebagai santrinya sejak tahun 2012 hingga 2019, menyaksikan betul bahwa Mbah Moen sangat berkompeten dalam berbagai macam ilmu. Salah satu ilmu yang dikuasainya adalah ilmu sejarah.

Advertisements

Di beberapa halakah pengajian beliau sangat lihai dalam menceritakan sejarah keislaman. Tak heran, predikat muarrikh (pakar sejarah) dilekatkan pada dirinya. Wawasan beliau tentang sejarah keislaman sangatlah luas, terutama terkait sejarah Islam di jazirah Jawa. Beliau juga menulis karya kitab di bidang sejarah yang berjudul Tarājim.

Kitab Tarājim dengan judul lengkap Tarājim: Masyāyikh al-Ma’āhid ad-Dīniyyah bi Sarang al-Qudamā` secara spesifik mengulas tentang biografi para kiai Pondok Pesantren Sarang tempo dulu. Di awal mukadimah, Mbah Moen membeberkan bahwa awal proses masuknya Islam di Indonesia melalui para pedagang dari kawasan Timur Tengah.

Pembahasan tersebut mengalir hingga ke ranah proses Islamisasi di Jawa yang dipelopori oleh para dai yang masyhur kita kenal dengan sebutan Wali Songo. Berkat strategi dakwah yang ramah, ajaran-ajaran Islam banyak diterima oleh masyarakat Jawa. Mereka berbondong-bondong masuk Islam tanpa adanya paksaan sedikit pun. Dari sinilah kemudian muncul istilah “pesantren” sebagai wahana pendidikan yang mengkaji ilmu-ilmu keislaman secara mendalam dan komprehensif.

Mbah Moen kemudian menambahkan informasi mengenai gambaran umum mulai dari perkembangan pondok pesantren di Jawa, kurikulum kitab-kitab yang dijadikan bahan ajar, hingga geliat para santri yang belajar di Mekkah dan kembali ke Indonesia dengan membawa pengaruh yang signifikan bagi pendidikan Islam di lembaga pesantren.

Lebih lanjut, Mbah Moen mengungkapkan alasan mengapa Sarang dijadikan sebagai objek utama penulisan kitab Tarājim ini. Ya, karena Sarang merupakan tempat kelahirannya. Tempat awal dan akhir di mana beliau bersinggungan dengan khazanah ilmu-ilmu keislaman.

Kitab Tarājim merupakan kumpulan kisah yang memotret tentang sejarah kehidupan dan kiprah kiai-kiai Pondok Pesantren Sarang, mulai dari awal pendirian hingga masa pembaharuan (‘ashr tajdīd), yakni tahun 1341 hijriah. Aspek biografi yang diulas dalam kitab ini meliputi: masa kelahiran, rekam jejak pendidikan, potret keluarga, sifat dan karakteristiknya, karya-karyanya, dan masa kewafatannya.

Terdapat empat belas kiai Sarang yang dinarasikan Mbah Moen dalam kitab Tarājim ini. Beliau-beliau adalah Kiai Ghazali bin Lanah, Kiai Umar bin Harun, Kiai Syu’aiub bin Abdurrazaq, Kiai Fathur Rahman bin Ghazali, Kiai Ahmad bin Syu’aib, Kiai Murtadlo bin Muntaha, Kiai Abdullah bin Abdurrahman, Kiai Dahlan bin Warijo, Kiai Imam Kholil bin Syu’aib, Kiai Zubair bin Dahlan, Kiai Abdus Syakur bin Muhsin, Kiai Kholil bin Harun, Kiai Baidlowi bin Abdul Aziz, dan Kiai Maksum bin Ahmad bin Abdul Karim.

Empat belas kiai-kiai tersebut sepanjang hayatnya telah memberikan kontribusi yang cukup besar bagi tumbuh berkembangnya Pondok Pesantren Sarang. Bahkan, alumninya terbilang banyak yang berhasil dalam belajar, hingga menjadi mitra penerus estafet dakwah di semenanjung kepulauan di Indonesia.

Menurut Mbah Moen, Pondok Pesantren Sarang dalam perjalanannya telah berlangsung hingga empat periode atau generasi. Generasi pertama dipelopori oleh Kiai Ghazali bin Lanah. Generasi kedua diprakarsai oleh Kiai Umar bin Harun. Generasi ketiga dipegang oleh Kiai Fathur Rahman bin Ghazali. Generasi keempat, kepengasuhan diambil oleh dzuriyah dari Kiai Ahmad bin Syu’aib hingga wafatnya Kiai Zubair Dahlan.

Pasca wafatnya Kiai Ahmad bin Syu’aib dan Kiai Zubair Dahlan, Pondok Pesantren Sarang mengalami perkembangan yang sangat pesat dengan munculnya pondok-pondok pesantren baru dan jumlah santri yang semakin membeludak. Pondok pesantren yang bermunculan adalah PP Ma’had al-‘Ilmi asy-Syar’i, PP Ma’had al-‘Ulum asy-Syar’iyyah, PP Al-Amin, PP Mansya’ul Huda, PP Al-Anwar, dan, seterusnya.

Seluruh pondok pesantren tersebut, baik dari aspek pengajaran maupun pembelajarannya berkiblat pada metodologi atau manhajnya para ulama salaf. Mayoritas santri-santrinya setiap hari mengikuti pembelajaran di Madrasah Ghozaliyah Syafi’iyah. Sebuah nama yang dinisbatkan pada pendiri pertama pondok pesantren Sarang, yakni Kiai Ghozali bin Lanah. Sedangkan nama “Syafi’iyah” diambil dengan alasan bahwa materi-materi fikih yang dipelajari di madrasah ini bermazhabkan Syafi’i.

Di bagian pamungkas kitab Tarājim ini dilengkapi ulasan mengenai biografi KH Maimoen Zubair yang ditulis oleh putranya, yakni KH Muhammad Najih Maimoen. Terakhir, kitab ini sangat penting untuk dibaca bagi siapa pun yang ingin mengetahui sejarah Pondok Pesantren Sarang dan figur para kiai-kiainya. Dengan membaca kitab ini kita akan mendapatkan banyak ilmu tentang aspek kesejarahan serta meneladani kontribusi para kiai Sarang dalam menyebar-luaskan Islam di tengah kebinekaan.

Multi-Page

2 Replies to “Mengenal Tarājim, Kitab Karya Mbah Moen”

Tinggalkan Balasan