demonstrasi mahasiswa

Mempertahankan Nilai Demokrasi

588 kali dibaca

Belakangan ini, beragam konflik sosial menghantam Indonesia. Narasi politik dan agama paling besar berperan dalam terjadinya konflik hingga kekerasan. Sikap destruktif untuk berkonflik bukan bentukan budaya, melainkan sesuatu yang alamiah tertanam dalam kodrat manusia.

Demonstrasi mahasiswa pada 11 April 2022 merupakan bentuk pengelolaan konflik yang berujung kekerasan. Demonstrasi yang sebelumnya menjadi sarana utama berdemokrasi menjadi ternoda dengan serangkaian sikap anarkis.

Advertisements

Perilaku tersebut yang menjadikan kontradikstif di dalam diri manusia. Memungkinkan kejadian sederhana bisa memicu konflik sosial berskala nasional. Sementara destruksi dalam diri manusia seharusnya bisa diikuti dengan motif perubahan, bukan penghancuran tanpa alasan.

Setidaknya ada empat hal yang tertanam di dalam sikap destruktif manusia. Pertama, agresi, yakni sikap menyerang untuk mendapatkan apa yang diinginkan. Agresi berarti meniadakan adanya dialog ataupun kompromi. Agresi menghendaki kemutlakan terhadap kebenaran persepsi personal. Sikap memutlakan nilai-nilai diri yang bermuara pada penindasan.

Kedua, pelestarian diri, yaitu apapun perlu dan harus untuk dilakukan. Moralitas manusia menjadi relatif ketika sudah dihadapkan pada pelestarian diri. Banyak orang yang tertekan oleh situasi dan keadaan. Konflik mudah sekali disulut menjadi kerusuhan yang meluas.

Ketiga, motif dominasi, sikap mempertahankan kekuasaan secara total. Dominasi selalu identik dengan penindasan dari penguasa. Dominasi akan selalu melahirkan korban. Brutalitas menjadi aktivitas pemandangan sehari-hari di ruang publik.

Keempat, sikap destruktif, dengan kuasa yang dimilikinya, manusia hendak melakukan agresi dan mendominasi pihak lain, sehingga memiliki kekuasaan yang lebih besar. Ini inheren di dalam diri manusia, bukan merupakan ciptaan kebudayaan.

Motif Demo

Mahasiswa harus punya pengalaman berdemonstrasi. Menentukan motif dan tujuan agar aspirasi bisa jelas tersampaikan kepada yang dituju. Namun juga perlu diperhatikan bahwa banyak pihak yang ingin menunggangi demo untuk kepentingan priabadi maupun kelompok.

Perlu diingat bahwa demo mahasiswa pada 11 April 2022 lalu semula dilakukan untuk menuntut empat poin dari pemerintah atau wakil rakyat. Pertama, mendesak dan menuntut wakil rakyat agar mendengarkan dan menyampaikan aspirasi rakyat bukan aspirasi partai. Kedua, mendesak dan menuntut wakil rakyat untuk menjemput aspirasi rakyat sebagaimana aksi massa yang telah dilakukan dari berbagai daerah dari tanggal 28 Maret hingga 11 April 2022. Ketiga, mendesak dan menuntut wakil rakyat untuk tidak mengkhianati konstitusi negara dengan melakukan amandemen, bersikap tegas menolak penundaan pemilu 2024 atau masa jabatan tiga periode. Dan, keempat, mendesak dan menuntut wakil rakyat untuk menyampaikan kajian disertai 18 tuntutan mahasiswa kepada Presiden yang hingga saat ini belum terjawab.

Kemudian, satu hal yang menjadi kunci (tuntutan) demonstrasi mahasiswa belakangan ini adalah soal keadilan. Mahasiswa merasa banyak kebijakan dan undang-undang baru yang merusak rasa keadilan, baik di ranah publik maupun di ranah privat.

Sedangkan sikap berdemokrasi seharusnya membutuhkan sikap kesabaran. Demokrasi membutuhkan kepemimpinan dan keterampilan berorganisasi. Sasaran demokrasi memang legitimasi dan keadilan, bukan efisiensi buta yang kerap melahirkan ketidakadilan. Keduanya berakar pada keterlibatan aktif dari semua kelompok masyarakat.

Emosi yang meledak di dalam demokrasi akan mendorong konflik. Rakyat akan berkonflik dengan pemerintah. Kelompok yang satu akan berkonflik dengan kelompok yang lainnya. Sedangkan konflik yang keras dan berkepanjangan jelas buruk bagi sosial ekonomi. Jalur transportasi dan komunikasi terhalang. Proses produksi terhambat.

Konflik yang ditunggangi pihak asing atau pihak lain untuk memecah belah bangsa bisa juga dijadikan analisis tentang perkembangan demokrasi di Indonesia. Pengaruh asing dari Timur Tengah dan Barat kerap memanaskan keadaan. Beberapa negara di Timur Tengah pernah merasakan kejamnya intervensi asing dalam memecah belah persatuan bangsa.

Emosi yang meletup berkepanjangan di dalam demokrasi akan melahirkan anarki. Tatanan sosial akan hancur. Manusia akan tereduksi ke sikap-sikap anarkisnya yang rakus dan merusak. Indonesia sudah kenyang dengan pengalaman kekacauan semacam ini. Peperangan, perlawanan terhadap penjajah, penumpasan PKI, hingga reformasi 1998.

Berdemokrasi memang tak bisa lepas dari emosi. Dorongan untuk mewujudkan keadilan dan kemakmuran bersama kerap bermuara pada frustasi. Namun, harapan sebenarnya selalu ada.

Selama rakyat masih peduli dan mau terlibat dengan berbagai cara untuk bersama membangun peradaban dan kemajuan bangsa. Demokrasi dibalut dengan emosi, namun dikelola dengan sikap yang waras, kiranya akan berbuah manis di masa mendatang.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan