Membaca Proses Kenabian dan Kerasulan Muhammad (4)

1,847 kali dibaca

Selanjutnya saat beliau berada di Gua Hira, malaikat mendatanginya dan menyuruhnya untuk membaca.

Beliau menjawab, “Aku bukan seorang pembaca.”

Advertisements

Malaikat itu merangkul dan memeluk tubuhnya sampai ia merasa tak berdaya. Lalu, malaikat  melepaskan pelukannya dan kembali menyuruhnya membaca.

Lagi-lagi ia menjawab, “Aku bukan seorang pembaca.”

Malaikat kembali merangkul dan memelu tubuhnya sampai ia merasa tak berdaya, lalu malaikat melepaskannya dan kembali menyuruhnya untuk membaca.

“Bacalah dengan nama Tuhanmu yang telah menciptakan; Dia menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan hanya Tuhanmu Yang Mahamulia, yang mengajarkan dengan pena; Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.”

Itulah wahyu pertama yang diterima oleh Nabi Muhammad. Setelah itu, ia pulang dengan pikiran tak menentu, mendatangi ke Khadijah binti Khuwailid. “Selimuti aku… selimuti aku!” pintanya. Lalu, diselimuti hingga hilang rasa ketakutannya.

Perlu dicatat, Nabi Muhammad pergi ke Gua Hira tujuannya bukan untuk berderma, melainkan beribadah seperti yang telah diulas dalam tulisan sebelumnya. Beliau pergi ke Gua Hira murni untuk berkhalwat, beribadah, usai mengalami fase pertama proses persiapan kenabian, yakni mimpi nyata laksana fajar menyingsing.

Tahannuts atau ibadah yang dilakukan Nabi Muhammad di Gua Hira  merupakan fase kedua dalam proses kenabian. Ibadah apakah yang dilakukan Muhammad, sementara itu beliau belum mandapatkan wahyu?

Ibadah Muhammad di Gua Hira adalah tahannuts, tetapi pemaknaan tahannuts ternyata beraneka ragam. Salah satunya, seperti yang telah dijelaskan dalam tulisan sebelumnya, yakni berderma. Ada penafsiran lain, yaitu qunut. Ibadah qunut adalah ibadahnya Nabi Ibrahim, yaitu berzikir dalam kesunyian, yang sampai sekarang orang-orang saleh masih melakukan hal demikian. Terjadi kemungkinan bahwa tahannuts adalah qunut. Sebab, beliau sejak awal sudah mendamba agama Nabi Ibrahim.

Penafsiran tersebut didasarkan pada ayat berikut: “Sesungguhnya Ibrahim adalah imam yang bisa dijadikan panutan. Dia senantiasa patuh kepada Allah lagi hanif, dan dia bukanlah golongan orang-orang musyrik. (QS Al-Nahl:120).

Lalu, apakah yang sebenarnya terjadi di Gua Hira? Bagaimana Nabi Muhammad mendapatkan wahyu? Bagaimana detik-detik mencengangkan, di mana sejarah akan berbelok arah 360 derajat daripada sebelumnya, terjadi?

Banyak pendapat, riwayat, dan penulisan sejarah yang menceritakan atau menerangkan bagaimana proses turunnya wahyu. Namun, dalam tulisan ini tidak akan diuraikan perbedaan pendapat tersebut. Secara saksama akan ditulis berdasar logika sejarah, apa yang sebenarnya terjadi di dalam Gua Hira.

Telah disinggung sebelumnya dalam tulisan ini, disebutkan dalam hadis riwayat Imam Bukhori bahwa Muhammad pertama kali menerima wahyu merasa sangat ketakutan, tubuhnya menggigil dan bergetar hebat karena secara tiba-tiba datanglah suara laksana lonceng yang melengking.

Ketika Muhammad dalam puncak keheningan tahannuts, terkuaklah rahasia-rahasia alam berbarengan dengan suara Jibril yang menggelegar: Iqra (Bacalah!). Muhammad yang ummi bergetar sambil berucap “Aku bukan seorang pembaca.”

Jibril merangkul memeluk tubuh Muhammad hingga beliau merasa lemas dan sesak napas. Jibril memekasanya lagi untuk iqra. Muhammad yang ummi masih kebingungan dan terus berucap dengan sisa-sisa tenaga “Aku bukan seorang pembaca.”

Lalu Jibril pun mendiktekan ayat “Bacalah dengan nama Tuhanmu yang telah menciptakan… Jibril pergi dan ayat itu terpatri dalam hati Nabi.

Muhammad seketika berubah status dari manusia biasa menjadi seorang nabi, Nabi Muhammad saw. Pertama kalinya dalam sejarah, Allah menunjuk seorang manusia yang jujur, adil, amanah, dan cerdas untuk memimpin umat manusia dan seluruh alam semesta raya.

Muhammad masih ketakutan dan merasa lemas, beliau duduk sebentar menenangkan diri usai kejadian tersebut, mengumpulkan tenaga untuk bangkit dan kemudian pulang. Beliau masih tertegun, bingung, apa sebenarnya yang terjadi. Di dalam batinnya bergerombol pertanyaan-pertanyaan. Beberapa saat setelah istirahat sembari tepekur, saat dirasanya sudah memiliki tenaga, akhirnya beliau pulang menemui istri tercintanya dengan keadaan masih ketakutan dan kebingungan.

Setibanya di rumah, beliau berujar kepada Khadijah, “zammiluunii zammiluunii” (selimuti aku… selimuti aku). Tangan lembut Khadijah segera mengambil selimut dan dengan lembut serta penuh perhatian dan simpati membentangkan selimut menutupi suami tercintanya yang sedang menggigil ketakutan.

Tak hanya menyelimuti sang suami, kelak Khadijah-lah orang pertama yang percaya bahwa apa diterima Muhammad adalah wahyu, firman Tuhan. Sebuah penegasan bahwa sejak saat itulah Muhammad adalah seorang utusan, rasul.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan