Membaca Proses Kenabian dan Kerasulan Muhammad (1)

1,102 kali dibaca

Nabi Muhammad adalah manusia biasa, tapi tidak seperti biasanya manusia. Beliau seperti batu intan di antara bebatuan biasa. Beliau manusia biasa tapi pada saat bersamaan juga nabi dan rasul, atau istilah Quraninya basyaran rasuula.

Bagaimana kisah manusia biasa dinobatkan dan kemudian diangkat menjadi nabi dan rasul?

Advertisements

Saya akan mengisahkan peristiwa-peristiwa yang menjadi permulaan akan diangkatnya Nabi Muhammad menjadi nabi dan rasul. Cerita ini amat menarik dan serius, maka perlu direnungkan dan dicermati dengan baik dan saksama.

Kita akan membicarakan bagaimana seorang Muhammad bin Abdullah beralih dari seorang manusia biasa menjadi seorang nabi yang dipilih dan diutus oleh Allah untuk mengemban risalah, suatu misi dengan membawa al-Quran bagi umat manusia. Memantau dari dekat kelahiran Islam bersamaan dengan proses peralihan itu.

Proses peralihan ini adalah suatu transformasi spiritual maha hebat yang dialami Muhammad.

Bagaimana proses itu terjadi dan apa pengaruhnya terhadap aspek-aspek fisik, psikologis, dan suasana batin manusia biasa seandainya mengalami transformasi spiritual maha hebat seperti yang dialami Nabi Muhammad.

Peristiwa turunnya wahyu kepada Muhammad adalah spesifik, karena sebelum Muhammad kita tidak bisa mendapati uraian secara jelas dan terpercaya mengenai turunnya wahyu kepada para nabi dan rasul, baik dalam kitab perjanjian lama (Bibel) maupun dalam tulisan-tulisan Injil, bahkan tulisan-tulisan para pemimpin Gereja —dari Paulus hingga Santo Agustinus.

Pendapat yang tersebar adalah bahwa Nabi Musa sudah menjadi nabi sejak kecil. Begitu pula Nabi Isa, yang sudah menjadi nabi sejak lahir. Memiliki mukjizat bisa berbicara saat masih bayi.

Jadi, Nabi Muhammad adalah satu-satunya dalam sejarah kehidupan manusia, yang secara ilmiah, tahap demi tahap rangkaian pengalaman kenabian tersebut beserta pengaruh yang terjadi dalam dirinya dapat diteliti atau didekati dan mampu memberikan gambaran kepada kita.

Perlu diingat bahwa proses yang mengagumkan itu tidak hanya terjadi pada saat turunnya wahyu di Gua Hira, karena sebelumnya beliau telah menjalani beberapa tahap pengembangan dari satu keadaan ke keadaan lain. Keterangan-keterangan mengenai apa yang dialami Nabi Muhammad selama proses pengangkatannya cukup jelas dan eksplisit.

Digambarkan bagaimana perubahan-perubahan terjadi dalam dirinya tanpa diketahui dari mana asalnya. Oleh karena itu, perasaan-perasaan takut, resah, dan bingung silih berganti menyelimuti dirinya sampai yakin betul bahwa beliau telah dipilih Allah untuk mengemban misi risalah ilahiah.

Kita bisa mengilustrasikannya dengan kehidupan manusia pada umumnya, bahkan pada diri kita sendiri pun bisa. Secara spontan dan otomatis, sejenis gerakan refleks, kita akan merasa takut ketika ada suasana berbeda dalam diri kita, kondisi batin kita. Gejala-gejala yang muncul antara lain tubuh kita akan mengalami panas dingin, pori-pori mengeluarkan keringat dingin, tubuh gemetaran.

Kejadian semacam itu bisa terjadi saat sendirian dan sedang dalam penghayatan atau perenungan yang dalam dan intens, atau bahkan bisa terjadi saat kita berada dalam keramaian, ketika hati kita sedang bertanya-tanya tentang hakikat kehidupan. Apalagi kita tidak tahu darimana asal muasal gejala itu datang.

Berdasar penelitian sejarah, bahwa sesungguhnya pengalaman Nabi Muhammad dalam menjalani masa-masa peralihan dari manusia biasa menjadi nabi sangat panjang. Sejak mendekati usia 40 tahun, berarti kisaran 30 ke atas, beliau telah dipersiapkan secara psikologis untuk mengemban tugas kenabian yang berlanjut melewati masa fatrah, yakni masa-masa terputusnya wahyu sampai turunnya surah al-Muddatsir.

Artinya, dari awal perubahan diri selama masa peralihan sampai penerimaan wahyu di Gua Hira berlanjut masa-masa terputusnya wahyu kemudian sampai pada turunnya surah al-Muddatstsir, semuanya merupakan rangkaian persiapan mengemban tugas kenabian.

Paska turunnya surah al-Muddatstsir, hati dan jiwa Nabi Muhammad mulai stabil dan tenang. Beliau telah yakin akan kebenaran yang dialaminya, percaya bahwa Allah telah memilihnya untuk suatu tugas dan misi agung. Maka, beliau bangkit untuk menjalankan perintah itu.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan