Mahabah Kopi

1,594 kali dibaca

Saya termasuk di antara sekian orang yang menyukai kopi. Tiap hari saya selalu menyempatkan minum kopi. Kopi sudah menjadi bagian dari teman setia. Ia selalu hadir tatkala alfakir dalam kondisi apa pun dan kappa pun. Karena itu, kalau saya ditanya, kira-kira siapa teman paling setia yang selalu menemani baik dalam keadaan suka maupun lara, maka segeralah saya akan menjawabnya: “kopi.”

Kopi bukan menjadi candu, meskipun meminumnya menimbulkan rasa rindu. Tidak seperti sabu-sabu yang apabila dalam sehari-hari tidak mengisapnya akan ketagihan. Tidak seperti itu. Pemahaman teman setia dalam konteks yang demikian ini bukan seperti orang yang candu terhadap kopi karena keseringan meminumnya. Akan tetapi, karena di dalam secangkir kopi itu ada mahabah (cinta) yang tak jarang dijangkau kebanyakan orang.

Advertisements

Sedikit orang mungkin yang sampai memikirkan seperti itu. Kebanyakan orang pergi ke warung kopi untuk sekadar ingin menyeduh kopi tanpa mereka mengetahui ada apa di dalam secangkir kopi. Mereka belum sempat memikirkan bahwa dalam secangkir kopi itu ada energi Ilahiah dan magis (mahabbah). Orang yang hadir ke tempat kopi, sebut misalnya kafe, bufiyah (warung kopi), atau di mana saja yang pada saat bersamaan sedang menikmati kopi, adalah sebagai manifestasi dari rasa syukur atas nikmat yang luar biasa Allah berikan untuk kita.

Di warung itu mereka menemukan banyak sekali inspirasi-inspirasi terbaru, yang dengan inspirasi itu mereka bisa memikirkan kekuasaan Allah. Ketika seseorang mengerti dan memahami filosofinya, pasti mereka bakal memanfaatkan kesempatan berharga itu dengan cara bertukar ide dan gagasan, sehingga dengan cara seperti itu mereka akan semakin dekat dengan Tuhannya. Banyak cara sebenarnya untuk menjemput kebahagiaan yang Allah persiapkan. Tinggal bagaimana mereka menyusun cara untuk mengambilnya. Oleh karena itu, bagi pecinta kopi, dengan cara seperti itulah dia bisa merasakan keindahan itu hadir dalam dirinya.

Sebaliknya, mereka yang kurang mengerti bahwa dalam secangkir kopi tersimpan mahabah, yang dengan itu harus dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya, maka mereka terkadang hanya menikmati kopi terbatas pada rasanya —apakah pahit atau manis— tetapi tidak menjangkau signifikansi mahabahnya. Ciri-ciri dari tipe orang ngopi yang demikian hanya sebatas datang ke tempat ngopi tetapi belum menangkap sisi esensial dari kopi tersebut.

Padahal, andaikan dapat diperhatikan manfaat dari sebuah kopi, dengan menikmati keindahan di balik secangkir kopi, bahwa di dalam secangkir kopi tersebut ternyata ada mahabah, memuat misi cinta, yang dengannya akan mengantarkan mereka menemukan jalan menuju Tuhannya. Ia akan menemukan Tuhan dalam secangkir kopi. Ketika telah menemukan-Nya melalui wasilah secangkir kopi, yang terpatri dari energi perkumpulan mereka itu adalah memancarkan cahaya positif terhadap dirinya, teman perkumpulannya, dan bahkan lingkungan sekitarnya.

Berbeda halnya dengan mereka yang menyentuh sisi mahabah kopi itu tadi; mereka hanya sebatas ngopi tapi belum bisa memberikan yang terbaik baik terhadap dirinya, orang lain bahkan lingkungan sekitar. Justru, sebagian dari mereka terkadang hanya ngomong yang tak jelas, misalnya suka bergosip dan lain sebagainya.

Salah satu yang dapat alfakir rasakan dari mahabah kopi itu sendiri adalah mampu mengantarkan alfakir menjadi lebih baik dalam pendewasaan berpikir, menjadi lebih aktif, lebih peka terhadap diri sendiri, orang lain, dan lingkungan sekitar. Keberhasilan dari semua inspirasi itu, meskipun terkadang tidak semua didapat pada saat sedang ngopi, adalah kebersihan luar biasa dalam sejarah hidup alfakir.

Banyak dari ulama-ulama kita dan para penikmat kopi yang juga menaruh perhatian khusus terhadap kopi. Mereka telah menulis berbagai buku ataupun kitab yang menjelaskan manfaat kopi dan kegunaannya ditinjau dari berbagai aspeknya. Misalnya, Syekh Ihsan Jampes yang menulis kitab إرشاد الإخوان في بيان حكم القهوة والدخان، (Irsyad al-Ikhwan fi Bayan al-Hukm al-Qahwah wa ad-Dukhan) yang saat ini sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul Kitab, Kopi, dan Rokok: Untuk Para Pecandu Rokok dan Penikmat Kopi Berat. Kitab itu membahas signifikansi kopi ditinjau dari berbagai perspektif, mulai dari aspek kesejarahannya, kesehatan, hingga aspek ibadah.

Denny Siregar, penggiat media sosial, juga menulis buku Tuhan dalam Secangkir Kopi. Lewat tulisan-tulisan lepasnya, Denny lebih banyak menyoroti dan mengkritik cara umat beragama, terutama Islam, dalam berhubungan, memperlakukan, dan berkomunikasi dengan Tuhan. Dan, ternyata kopi juga berpotensi besar untuk meningkatkan spiritualitas ibadah kita. Sebagaimana Siregar ini, menuangkan gagasan-gagasan konstruktif yang ditemani dengan kopi ala kesukaannya. Menarik, bukan?

Hemat alfakir, kenapa kopi memiliki magnet yang tersimpan melalui proses perpaduan bubuk kopi dan air hangat, yang ditambahkan gula dikit, karena dengan kopi semua orang menjadi semakin mengikat. Dengan kopi semua orang saling mendekat. Karena kedekatan dan ikatan emosional itulah dapat memancarkan cahaya Tuhan dalam dirinya. Dengan kata lain, dia menemukan cahaya Tuhan di dalam dirinya dan di hamparan alam semesta.

Kalau di pesantren, tepatnya di Pesantren Annuqayah daerah Latee dulu, alfakir menemukan banyak sekali keunikan di balik ngopi bareng sama teman-teman. Hemat saya, kopi mendatangkan banyak sekali keberkahan, baik berupa keberkahan ilmu, teman, rezeki, atau apa saja melalui wasilah kopi.

Di pesantren dulu, alfakir ini termasuk dari sekian santri yang jarang dikirim oleh orang tua. Saya adalah termasuk di antara golongan santri yang sederhana. Di tambah lagi, Abi saya tidak bisa datang ke pesantren kalau dalam keadaan sendiri tanpa ada yang menemani, mengingat jarak tempuh antara Pesantren Annuqayah dengan desa kelahiran saya terhitung jauh. Tapi kondisi itu tidak menjadi soal bagi saya. Hidup sederhana bukan dijadikan sebagai bahan untuk menghindari perjuangan. Justru, karena keterbatasan itu Allah selipkan keberkahan, yang nantinya mengantarkan segala impian mewujudkan menjadi kenyataan.

Terbukti, kopi mampu mendekatkan saya dan teman-teman. Yang kaya sering mentraktir saya. Selain itu, saya juga dipertemukan dengan santri-santri hebat dengan segala prestasinya. Karena kopi, kita menjadi dekat. Sebut misalnya, Musyfiqur Rahman, salah satu santri yang produktif yang telah menulis banyak buku, di antara karyanya adalah Saya Bersaksi Tiada Perempuan Salain Engkau, terjemahan dari kitab karya Nizar Qabbani. Mungkin karena motivasi ini saya bisa sampai di Bogor, dan menemukan cintanya di sana. Kami berdua dipertemukan di sebuah pesantren pula di Tegal Waru, Ciampea, dan akan segera bersatu menyempurnakan separo iman kita. Amin.

Selain dia, ada juga Amirul Muttaqin. Dia juga suka banget sama kopi. Saat ini dia sedang menempuh strata tiganya (S-3) di Malang. Tulisan-tulisannya telah dimuat di berbagai media ternama, seperti Harian Kompas. Artikel yang tekah terbit dengan judul “Full Day School”. Ini yang saya maksud dengan mahabah kopi tersebut, di mana ketika seseorang telah terpatri dalam dirinya sebuah cinta, maka akan memancarkan cahaya ilahi untuk alam sekitar.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan