habib kribo

Habib Kribo dan Krisis Beragama

1,325 kali dibaca

Kemunculan Zein Assegaf alias Habib Kribo menambah gempar konflik agama, khususnya Islam di zaman modern. Pernyataan-pernyataan yang kontroversial menimbulkan konfrontasi sesama muslim. Beberapa di antaranya kritik tentang bangsa dan budaya Arab, metode dakwah FPI, praktik Islam radikalisme, hingga penyematan badut politik. Sontak keberanian Habib Kribo menimbulkan amarah sebagian umat muslim yang dianggap sebagai penghinaan agama dan ulama.

Menurut Habib Kribo, kekerasan harus dibalas dengan kekerasan agar melahirkan kelembutan. Sudah cukup ulama diam membiarkan aksi anarkisme berbaju agama yang bisa menimbulkan kegaduhan dan perpecahan di tubuh NKRI. Pengultusan ulama bergelar habib dianggap bentuk pencemaran agama Islam yang mengajarkan kerendahhatian, kasih-sayang, dan saling menghargai.

Advertisements

Sikap dan perilaku takfiri muslim kekinian membuat gerah Habib Kribo yang pada akhirnya semakin menambah konflik internal di kalangan ulama (habaib). Kenapa ada sesama habib yang saling menolak metode dakwah, bahkan saling mencaci maki? Lalu metode dakwah habib yang mana yang benar (harus diikuti)?

Pertanyaan tersebut tentu muncul seiring saling serangnya habib-habib di Indonesia. Masyarakat awam yang diajarkan untuk mencintai ahlul bait Nabi Muhammad ditentang oleh Habib Kribo, bahwa habib sama derajatnya dengan manusia pribumi. Bahkan menurutnya, banyak ulama Indonesia yang jauh lebih alim dari habaib di Indonesia. Pengkultusan inilah yang menjadi fokus Habib Kribo agar memperlakukan habaib sama. Penilaian ulama berdasarkan perkataan dan perilakunya, bukan gelarnya.

Dari kasus tersebut dapat disimpukan bahwa komunitas habib tidak selalu homogen. Dalam komunitas tersebut terdapat yang ekstremis jumud, moderat, bahkan liberal. Berbagai pernyataan Habib Kribo yang menganggap semua agama sama dalam mengajarkan nilai-nilai kebaikan memicu keraguan gelar habib yang disandangnya. Beberapa di antaranya menyatakan bahwa Habib Kribo telah terpapar Islam liberal dan juga termasuk habib beraliran Syiah.

Namun dari berbagai kontroversi Habib Kribo, ada pernyataan menarik bahwa agama itu benar, mungkin menjadi salah ketika sudah masuk di kepala penganutnya. Sehingga ada cara-cara yang dilakukan manusia dengan mengatasnamakan agama, namun tidak mencerminkan esensi dari agama itu sendiri.

Krisis Beragama

Beberapa tahun ke belakang, khususnya di Indonesia mengalami krisis beragama. Gejala yang ditimbulkan di antaranya agama menjadi pembenaran sikap egois, ritual ibadah agama lain dianggap menganggu kehidupan bersama, agama dijadikan sarana menindas perempuan, dan agama sering dipakai sebagai kendaraan politik praktis.

Menurut Sam Harris, dunia sudah krisis beragama dengan mulai memuja agama kematian yang memiliki ajaran buruk (bad teachings). Ajaran ini akan menghasilkan perilaku umat beragama yang buruk (bad behavior) yang berimplikasi pada pola masyarakat yang ikut menjadi buruk (bad society).

Ada tujuh ciri agama kematian: (1) membunuh budaya setempat, (2) menindas yang lemah, terutama perempuan dan anak-anak, (3) menganggu kepentingan bersama, (4) melahirkan kekerasan, (5) suka membuat masalah dimanapun mereka berada, (6) memperbodoh umatnya sendiri, (7) takut pada kritik. Di berbagai tempat, isu agama menjadi sensitif. Banyak orang memilih diam dan hidup dalam ketidakadilan, daripada berbicara soal agama yang mudah menimbulkan ketersinggungan dan konflik sosial.

Penganut agama banyak yang kehilangan nalar sehat dan pikiran yang kritis. Di sisi lain, banyak intelektual agama yang memilih diam untuk menghindari konflik dengan dalih menjaga kedamaian. Sedangkan banyak anarkisme atas nama agama masuk dalam ruang-ruang publik. Agama bukan hanya sebatas tren, melainkan bentuk pemaksaan kehendak kebenaran relatif.

Habib Kribo mencoba mengguncang pikiran primitif umat muslim dengan narasi kontra ulama fundamentalis dan konservatif. Dengan risiko ancaman dan cacian, agama kematian dengan pengultusan gelar harus dilawan agar esensi agama yang mengajarkan kedamaian tetap lestari di bumi pertiwi. Bahkan sekelas pemerintah tidak ada yang berdaya membendung laju intoleran dan radikalisme agama. Gonta-ganti kabinet dengan fokus pemberantasan radikalisme hingga terorisme di Indonesia.

Tujuan agama sebenarnya hanyalah seputar makna dan moral. Makna terkait dengan tujuan keberadaan manusia, sedangkan moral terkait dengan panduan tindakan  manusia bisa hidup bersama secara damai. Namun realitanya, agama digunakan untuk membenarkan kemalasan berpikir yang menciptakan sikap intoleran. Agama dihancurkan oleh sikap formalistik dengan mengedepankan tampilan (ornamen) dan simbol-simbol agama. Tidak ada ruh beragama.

Dulu agama dikenalkan sebagai ajaran yang damai dan mengedepankan kerukunan. Tapi, perilaku umatnya sangat agresif (penuh kekerasan), sombong, dan menindas hak-hak asasi manusia. Agama dimainkan di dalam ajang perebutan kekuasaan politik. Seharusnya Indonesia dari sudut pandang agama adalah harapan untuk mewujudkan perdamaian, keadilan, dan kemakmuran bersama.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan