Buya Zamzami, Ulama dari Nagari Lasi

3,877 kali dibaca

Impiannya yang tertanam di hati sejak muda adalah memajukan masyarakatnya. Maka, setelah belajar kepada banyak guru, Buya H Zamzami Yunus akhirnya mendirikan Pondok Pesantren Ashhabul Yamin, tempat mengamalkan ilmunya. Kini menjadi pusat pendidikan bagi masyarakat Lasi Tuo, Canduang, Kabupaten Agam, Sumatera Barat.

Buya Zamzami Yunus merupakan putra dari pasangan Yunus bin Angku Sutan dan Hj Baraddini binti H Musa. Ia dilahirkan di Lasi Tuo pada 5 Agustus 1947. Setelah mengenyam pendidikan dasar di Sekolah Rakyat (SD) di Ikua Tanjuang, Lasi Tuo, Buya Zamzami mulai belajar ilmu agama.

Advertisements

Saat itu, Buya Zamzami mulai mulazamah atau belajar mengaji kitab-kitab gundul kepada Buya Muhammad Zain atau Inyiak Katimbuang dari Lasi Tuo. Selain itu juga berguru kepada Syeikh Marapi dari Canduang.

Pada 1962, Buya Zamzami masuk Madrasah Tarbiyah Islamiyah (MTI) Canduang dan langsung duduk di kelas 4. Saat berada di MTI inilah Buya Zamzami bertemu dengan Syekh Sulaiman Arrasuli (Inyiak Canduang). Berkesempatan kepada orang alim ini membuat Buya Zamzami bahagia dan memacu semangat belajarnya. Saat itu, Syekh Sulaiman Arrasuli dikenal sebagai ulama besar lagi termasyhur dari Minangkabau. Bahkan, namanya sohor tak hanya di Indonesia, tapi juga di luar negeri.

Setelah tiga tahun belajar di MTI, Buya Zamzami mendapat ijazah ‘Ali. Masih belum puas dengan ilmu yang didapatkan di MTI Canduang, Buya Zamzami berkeinginan menambah ilmu dengan mencari dan menemui ulama-ulama yang berkompeten. Untuk itu, ia melanjutkan kuliyah syariah di Bustanul Muhaqqiqin Malalo yang dipimpin Syekh Zakariya Labai Sati. Buya Zamzami belajar di sini selama 6 tahun.

Rupanya, selama belajar di Bustanul Muhaqqiqin Malalo, Buya Zamzami diketahui telah menguasai ilmu nahu dan saraf. Karena kemampuannya itu, meskipun masih tercatat sebagai pelajar, ia telah diberi kepercayaan untuk juga untuk mengajar. Artinya, selain belajar, ia juga mengajar.

Masa belajar di Bustanul Muhaqqiqin Malalo diselesaikan pada 1971, dan Buya Zamzami mendapatkan ijazah ‘Ali dengan nilai gemilang. Masih belum puas, dengan semangat tuntutlah ilmu dari ayunan sampai ke liang lahat, Buya Zamzami melanjutkan pendidikan dengan menambah dan memperdalam ilmu ke Buya H Ruslan Nur Limbukan di Payakumbuah selama dua tahun.

Usai di Limbukan Payakumbuah, tepatnya pada 1973, Buya Zamzami mulai membagi ilmunya dengan mengajar di MTI Canduang sampai 1998. Di sela kesibukannya mengajar di MTI Canduang itu, pada 1992 Buya Zamzami juga mulai merintis pengembangan lembaga pendidikan sendiri, yaitu Ashhabul Yamin, di kampungnya sendiri, Nagari Lasi.

Nagari Lasi terletak di sebelah utara lereng Gunung Marapi, masuk wilayah Kecamatan Canduang, Kabupaten Agam. Nagari ini membawahi tiga jorong, yaitu Jorong Lasi Tuo, Lasi Mudo, dan Pasanehan. Lasi Tuo waktu itu merupakan desa dengan tingkat kemiskinan yang tinggi. Hal ini diperparah oleh rendahnya animo sebagian besar masyarakat terhadap pendidikan, sehingga secara kultural masyarakat Lasi Tuo bukanlah masyarakat yang berbudaya pendidikan dan berpikiran maju. Inilah yang melatarbelakangi berdirinya Pondok Pesantren Ashhabul Yamin pada 1992.

Pendirian pondok pesantren ini berawal dari usulan salah seorang tokoh masyarakat Lasi Tuo, Malin Bandaro Kayo, yang juga seorang ulama kondang yang pernah mengajar di bebarapa pondok di Sumatera Barat kepada Buya Zamzami Yunus. Malin Bandaro Kayo juga bersedia mewakafkan tanahnya di Jantung Dusun Lasi Tuo untuk dijadikan tempat mendirikan lembaga pendidikan.

Gayung bersambut. Buya Zamzami Yunus yang telah lama memendam cita-cita untuk mendirikan sebuah lembaga pendidikan di kampung halamanya akhirnya menemukan jalannya. Maka, pada 1992, Buya Zamzami berembuk dengan beberapa orang tokoh masyarakat. Dari pertemuan itu tecapailah sebuah kesepakatan untuk mendirikan lembaga pendidikan agama di  Lasi Tuo. Lalu dibentulklah Yayasan Ashhabul Yamin yang diketuai oleh Suardi Mahmud sekaligus mendaftarkan Yayasan Ashhabul Yamin ke kantor Notaris dan mengurus izin pemakaian gedung Rumah Dinas Guru untuk tempat belajar sementara. Upaya tersebut mendapat apresiasi yang luar biasa dari masyarakat setempat dalam penyediaan dan pengadaan lahan untuk bangunan sekolah seluas 11.700 M.

Pada 1992/1993, dibukalah pendaftaran angkatan pertama dengan jumlah santri 19 orang dengan menerapkan sistem pendidikan salafiyah atau halaqah dan hanya terbatas pada kurikulum pondok. Materi pendidikannya berfokus pada pendalaman ilmu nahu, saraf, tafsir al-Quran, fikih, dan lain–lain. Semua diawali dengan kesederhanaan. Saat itu hanya terdapat tiga ruangan semi permanen untuk proses belajar mengajar.

Namun, seiring perjalanan waktu, sistem pendidikannya terus dikembangkan sesuai dengan perkembangan zaman. Gedung-gedung baru mulai dibangun karena santri semakin banyak. Sistem pendidikan modern pun mulai diadopsi. Kini ada pendidikan umum di Pesantren Ashhabul Yamin, yaitu Madrasah Tsanawiyah Madrasah Aliyah. Inilah jalan Buya Zamzami mewujudkan mimpi untuk memajukan masyarakatnya.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan