Diceritakan oleh Alhabib Muhammad bin Yahya Baraqbah saat Pengajian Akbar Haul ke-63 KH. Achmad Badawi Hanafi, Masyayikh Ma’had dan Ultah ke-97 Pondok Pesantren Al-Ihya ‘Ulumaddin Kesugihan Cilacap, 30 Januari 2022. Bahwa pada suatu hari, seseorang sowan ke ndalem Mbah Hamid (KH. Abdul Hamid) Pasuruan dengan maksud bertanya soal poligami.
Waktu itu untuk bertemu dengan Mbah Hamid tidaklah gampang. Para tamu harus mengantri mulai dari sepuluh menit, dua puluh menit, satu hingga dua jam—saking banyaknya tamu. Maka, saat tiba gilirannya, orang tersebut amatlah senang.
Seusai mengucap salam yang disambut salam oleh Mbah Hamid, orang tersebut menyalami tangan Mbah Hamid yang kemudian Mbah Hamid menanyakan kabarnya. Namun, setelah orang tersebut menjawab bahwa kabarnya baik—sehat, Mbah Hamid malah menyuruhnya duduk dulu—menunggu—, sementara Mbah Hamid akan mengantar serombongan tamunya dari daerah jauh yang baru saja keluar. Karena telah menunggu selama dua jam lebih, orang tersebut meminta pada Mbah Hamid waktu lima menit saja untuknya. Namun, Mbah Hamid menyuruhnya untuk bersabar.
Di antara keistimewaan Mbah Hamid adalah dapat mengetahui maksud kedatangan tamunya sebelum si tamu mengutarakannya. Maka seusai mengantar rombongan tersebut naik ke dalam bus mereka, Mbah Hamid kembali menemui orang tersebut dan menyatakan bahwa obrolan mereka dilanjutkan besok saja. Itu pun dengan satu syarat, yakni orang tersebut harus menghabiskan satu sabun—yang dibawa oleh Mbah Hamid—untuk mandi.
Dengan pemberian tersebut, mula-mula orang tersebut senang tiada terkira, karena ia berpikir bahwa Mbah Hamid memberi isyarah padanya untuk mandi supaya wangi dan besok bakal dinikahkan dengan seseorang yang, syukur-syukur, ayu sebagaimana keinginannya. Kemudian ia pun pamit pada Mbah Hamid.
Sesampai di rumahnya, kendatipun siang tadi cuaca cukup panas, namun saat malam, saat ia hendak mandi, cuaca menjadi dingin sehingga ia menggigil kedinginan saat mandi—mandi yang cukup lama, satu jam, untuk menghabiskan sabun tersebut. Namun, sabun tersebut sepertinya tetap utuh.
Bahkan, ketika ia bangun sebelum Subuh untuk mandi lagi, sabun tersebut tidak kunjung menipis. Kemudian ia membangunkan semua anaknya untuk dimandikan dengan sabun tersebut, bahkan ia membersihkan lantai kamar mandi dengan sabun tersebut, namun sabun tersebut tetap tidak habis. Ia jadi bingung, sebetulnya itu sabun apa; kenapa tidak habis-habis?
Kemudian karena hari mulai pagi dan waktu janjian bertemu dengan Mbah Hamid kian mepet, dengan terburu-buru dan masih dengan pikiran bakal dinikahkan ia bersiap-siap untuk kemudian mengendarai motornya menuju ndalem Mbah Hamid.
Sesampainya, seusai uluk salamnya dibalas salam, Mbah Hamid menanyakan padanya bagaimana sabun tersebut—habis atau tidak, “Piye, Le, sabune entek opo ora?”
“Mboten, Mbah…”
“Yo uwis, Le, sabun siji yo ora entek-entek kok kepengin ndobel…” tambah Mbah Hamid yang maksudnya bahwa satu istri saja cukup “tidak habis-habis” masak mau nambah jadi dua.
Referensi: https://www.youtube.com/watch?v=7_ozsJqah20
Run time: 3:14:25 – 3:19:27