Yang Keramat, yang Melawan Ortodoksi

1,364 kali dibaca

Membaca buku Wali Berandal Tanah Jawa ini, yang dalam edisi Inggris berjudul Bandit Saints of Java dan diberi anak judul How Java’s Eccentric Saints are Challenging Fundamentalist Islam in Modern Indonesia, kita tahu bahwa tradisi ziarah berwajah kompleks.

Tradisi ziarah ke situs-situs bersejarah, dalam hal ini makam-makam keramat misalnya, tak melulu soal menghormati dan belajar dari tempat-tempat dan tokoh-tokoh sejarah, tak melulu soal berdoa dan meminta doa di situs-situs keramat, juga tak melulu soal ikhtiar mendekatkan diri kepada yang ilahiah melalui wasilah.

Advertisements

Tradisi ziarah, terutama di Tanah Jawa dengan latar historisnya, ternyata merupakan sebentuk perlawanan terhadap dominasi ortodoksi agama. Ragam agama yang pakem, yang baku, yang ortodoks, yang bisa dibaca sebagai syariah an sich yang imperatif hitam-putih-halal-haram, yang datang dari negeri Timur Tengah yang jauh, dianggap tak cukup mewadahi “keintiman manusia dengan Sang Pencipnya”.

Karena itulah, tradisi-tradisi lokal, yang sudah berurat-berakar selama berabad-abad sebelum Islam datang ke Nusantara, memberikan “perlawanan”. Situs-situs keramat yang berserakan di Pulau Jawa, yang justru semakin banyak diziarahi ketika gebyar keagamaan telah memenuhi ruang-ruang publik, adalah bukti historis adanya “perlawanan” itu.

George Quinn, penulis buku ini, menyebutnya dengan istilah buah dari pertemuan antara iman Islam dengan sejarah (atau kearifan) lokal. Selama bertahun-tahun, peraih gelar doktor dari Universitas Sydney, ini mengunjungi ratusan situs keramat yang bertebaran di Tanah Jawa. Ia tak sedang rekreasi atau mengikuti wisata religi. Ia melakukan riset dan studi budaya dan agama, melacak sumber-sumber yang jauh atas keberadaan situs-situs tersebut, dan membuka relasinya dengan konteks zaman.

Halaman: First 1 2 3 Next → Last Show All

Tinggalkan Balasan