Tolstoy dan Kisah Orang-orang Suci

1,348 kali dibaca

Leo Tolstoy adalah begawan sastra Rusia. Karya-karyanya melegenda dan mendunia. Dua novelnya yang kesohor, dan kemudian difilmkan, adalah War and Peace dan Anna Karenina. Selain dalam bentuk novel, Tolstoy juga banyak menulis cerita pendek (cerpen). Di antara kumpulan cerpennya adalah God Sees the Truth, But Wait, terbitan Oregan Publishing pada 1906.

Diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia dan diberi judul Tuhan Tahu, Tapi Menunggu, kumpulan cerpen Tolstoy ini diterbitkan oleh Penerbit BasaBasi pada Februari 2020. Yang menarik, kumpulan cerpen Tolstoy ini banyak mengisahkan kehidupan orang-orang suci, yang kesucian mereka bukan terbangun karena kemegahan dalam menyembah Tuhan, namun justru oleh kesabaran, kelembutan, dan keikhlasan tokoh-tokohnya dalam merawat kehidupan orang-orang di sekeliling mereka.

Advertisements

Ada 13 cerpen dalam buku Tolstoy ini. Yang paling dramatis adalah kisah Stepan Kasatsky dalam judul cerita “Bapa Sergius”. Pada mulanya ia adalah seorang perwira militer pengawal kekaisaran yang dipastikan akan memiliki karier cemerlang. Namun, ia menjadi putus asa lantaran kekasihnya menjadi gundik Kaisar Nicholas I —yang berarti tak ada harapan untuk bisa menikahinya.

Dalam keputusasaan, Kasatsky kemudian melepas seluruh kehidupan duniawinya. Ia meninggalkan dinas kemiliterannya, meninggalkan seluruh kekayaannya, kemudian memasuki biara untuk menjadi biarawan. Hidupnya akan diabdikan untuk Tuhan, sampai ia ditahbiskan menjadi imam dengan nama Bapa Sergius.

Kehidupan di biara ternyata tak membuatnya bebas dari godaan dan menyatu dengan Tuhan. Ia justru merasa terus-menerus harus berjibaku untuk berperang melawan godaan. Ia akhirnya memutuskan untuk meninggalkan biara, dan menjalani hidup di pertapaan. Di pertapaan, sebagai petapa, Bapa Sergius memperoleh kemasyhuran. Ia muncul sebagai penyembuh. Kata-kata, nasihat, dan doa-doanya selalu dinanti dan diamini oleh orang-orang yang datang berbagai pelosok negeri.

Saat berada dalam kemasyhuran sebagai petapa itulah, Bapa Sergius merasa ada yang ganjil. Sebagai pendoa, semua doanya untuk orang lain selalu dikabulkan. Tapi, doa untuk dirinya sendiri seakan tak pernah didengar oleh Tuhan. Nafsu duniawi dan berahi selalu merubung di dalam dirinya. Ia pernah memotong jarinya sendiri agar, dengan menahan rasa sakit, berahinya hilang ketika seorang pengunjung perempuan datang.

Halaman: First 1 2 3 Next → Last Show All

Tinggalkan Balasan