Tentang Membaca yang Tak Pernah Mudah

635 kali dibaca

Dalam sejarah perkembangan risalah ketuhanan, Islam menjadi satu-satunya agama yang memerintahkan kepada para pemeluknya untuk membaca —meski kemudian tidak semua orang bisa membaca.

Hal itu tampak pada peristiwa yang terjadi kepada Sang Lelaki Ummy yang kelak menjadi penutup para Nabi: Muhammad bin Abdullah bin Abdul Mutthalib atau yang kita kenal sebagai Nabi Muhammad SAW. Perintah itu menjadi semacam kewajiban walau aktivitas membaca tidak selalu mudah, seperti pengandaian kita: mula-mula mengenal huruf abjad, menyambung dan memungutnya hingga membentuk sebuah kalimat. Dan, Abragadabra!

Advertisements

Dalam tulisan ini, saya akan tunjukkan nanti betapa membaca, secara aplikatif, tidak segampang saat kita mengucapkan “membaca”. Sebagai salah satu senjata untuk mendapatkan pengetahuan, membaca justru meniscayakan sebuah kemampuan lain dalam diri si pembaca atau kita sendiri. Tapi sebelum itu, mari simak terlebih dahulu kisah berikut ini.

* * *

Seorang anak perempuan tiba-tiba menghampiri saya dan beberapa kawan yang baru saja selesai merapikan penginapan, tempat bermalam selama melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di sebuah desa di Kecamatan Batang-Batang, Kabupaten Sumenep.

Dia masih kelas empat atau lima SD, kira-kira. Terlihat dari gelagat dan raut mukanya yang memang masih kanak-kanak. Benar saja, anak perempuan yang kemudian kami kenal dengan panggilan Ina itu sedang duduk di bangku kelas lima Madrasah Ibtidaiyah (MI). Dia sendiri yang bercerita kepada kami.

Ina tidak sendirian. Dia menghampiri kami bersama dua teman yang juga seusia dengannya. Sebut saja namanya Nabil dan Royyan, dua bocil laki-laki yang gemar bercanda tiap hari tiap malam dan tiktokan —dua anak kecil yang lain tidak saya sebut karena jarang sekali ngobrol dan bermain dengan kami. Bukan benci. Tapi karena peran dua anak kecil itu tidak terlalu penting dalam alur cerita ini.

Halaman: First 1 2 3 ... Next → Last Show All

Tinggalkan Balasan