Tandak: Perempuan Madura Mendefinisikan Diri Melalui Seni

2,746 kali dibaca

Tandak, begitulah nama perempuan seni di Madura Timur itu disebut. Sederhana memang, bahkan begitu terkesan ndeso, tetapi teramat menyulitkan kepentingan teoretik dan pengetahuan (akademis). Betapa tidak, begitu nama itu disebut, seribu makna berseliweran yang tidak mungkin dihentikan untuk dibakukan sebagai definisi dan konsep. Jami’-mani’ sebagaimana dikenal dalam ilmu mantiq, tidak mungkin diterapkan untuk mendefinisikan tandak sebagai fenomena sosial.

Dalam wujudnya yang paling konkret, ia adalah seorang perempuan, ndeso dalam pengertian harfiah (dari desa), tidak terpelajar, pekerja (lebih sering) malam, menari bersama dengan siapa saja yang meminatinya, “menuntut” bayaran (sawer) dan terserah mau ditaruh di bagian mana di tubuhnya, bercerai (atau dicerai) sebanyak ia dikawin, dan seterusnya. Itu baru pengertian-pengertian yang mudah ditangkap mata dan telinga. Tetapi, tandak tentu bukan sekadar itu, karena dari tangkapan mata dan telinga lalu merasuk dan bergulat menjadikannya sebuah pengertian lain yang lebih maknawi.

Advertisements

Tidak sedikit – kalau tidak semua – para santri, kaum terpelajar kota, peneliti, dan aktivis gerakan perempuan memandang (memaknai) tandak sebagai pelacur, penebar maksiat, penggoda suami, prostitusi terselubung, perempuan rendahan, tidak estetis, dan yang sejenis. Sementara orang atau kelompok sosial yang lain memaknai tandak sebagai perempuan tertindas, perempuan terlunta, perempuan tereksploitasi, perempuan marjinal, perempuan tak berdaya, dan sebutan-sebutan lain yang mengartikan powerless.

Baik yang menstigma dan menghujat maupun yang “belas kasihan” tampaknya justru berangkat dari cara berpikir yang kategoris dan tidak membaca tandak sebagai orang yang terbekali oleh potensi, kekuatan, kemampuan, dan hak-hak untuk hidup di tengah keramaian kehidupan.

Ada memang yang memaknai tandak tidak dalam pengertian mencaci atau meremehkan. Ronggeng Dukuh Paruk (karya Ahmad Tohari) dan Santet Kerudung Gandrung (karya Hasnan Singodimayan), sebagai contoh, memaknai tandak (persamaan di tempat lain adalah gandrung, lengger, waranggono, teledhek, ronggeng) adalah perempuan yang berjibaku dalam silih bergantinya dikuasai-menguasai, ditekan-menekan, bahkan ditindas-menindas. Resistensi merupakan agenda penting dalam hidup seorang tandak, karena hanya dengan begitu ia berada dan menjadi eksis.

Halaman: First 1 2 3 Next → Last Show All

Tinggalkan Balasan