Tanah Samping Musala

854 kali dibaca

Suara bebek-bebek Pak Rahmat menebar masuk ke setiap celah-celah rumah sekitar jalan yang menuju sawah. Pak Rahmat membawa tongkat bambu dengan kain berbentuk pita di ujung tongkat. Pak Rahmat menggiring bebek-bebeknya memasuki sawah bekas tanaman padi. Sudah tiga bulan ia mencoba peruntungan beternak bebek. Tiga bulan lalu jumlah bebeknya cuma delapan ekor. Sekarang sudah seratus lebih.

Pak Rahmat memang bertangan dingin. Sebelumnya, ia bekerja pada Pak Haji Romli sebagai pengurus ternak dan sawahnya. Semua ternak dan sawah yang digarapnya pasti berhasil. Baru tiga bulan ini Pak Rahmat memutuskan untuk mundur guna mencoba peruntungan baru sebagai peternak bebek.

Advertisements

“Kenapa kamu tidak mau bekerja lagi kepadaku? Apa kamu ingin minta naik upah?”

“Bukan masalah itu Pak Haji. Upah sudah lebih dari cukup. Saya sudah bisa merenovasi rumah dan menabung dari upah yang Bapak berikan. Istri saya ingin saya lebih punya waktu luang untuknya.”

“Lantas kamu mau bekerja apa, Pak Mat?”

“Kami berencana beternak kecil-kecilan dan melanjutkan usaha kebun sayur lahan belakang rumah.”

“Baiklah, kalau kamu butuh pekerjaan sebagai mandor. Kamu boleh datang lagi ke sini.”

Pak Rahmat menjabat tangan Pak Haji, kakinya diayunkan melangkah pulang.

***

Suara adzan salat Jumat memanggil para mutaqin mengisi masjid. Kali ini Pak Rahmat datang terlambat karena ada enam ekor bebek yang masih tertinggal di sawah. Pekerjaan awal sebagai peternak bebek membuatnya belum mahir menggiring bebek-bebek pulang ke rumah. Ketika Pak Rahmat sampai di masjid ternyata khutbah Jumat akan berakhir.

“Yang terakhir, membangun masjid ikhlas karena Allah. Rasul Saw bersabda:

مَنْ بَنَى لِلَّهِ مَسْجِدًا بَنَى اللَّهُ لَهُ مِثْلَهُ فِي الْجَنَّةِ

Siapa yang membangun masjid karena Allah, maka Allah bangunkan baginya (rumah) seperti itu pula di surga.

Halaman: First 1 2 3 ... Next → Last Show All

Tinggalkan Balasan