Takwa itu Bukan Tak Takut Covid-19

849 kali dibaca

Setiap hari kita mendengar kabar kematian di kanal-kanal media dan televisi: orang-orang meninggal terpapar Covid-19. Rumah sakit kehabisan oksigen, juga kehabisan ruang karena pasien yang terpapar Covid-19 karena membeludak setiap harinya. Sudah ada 2,3 juta kasus masyarakat di Indonesia yang terpapar Covid-19, sebanyak 1,96 juta di antaranya sembuh, dan 61.868 meninggal dunia.

Namun, masyarakat kita ini masih saja bebal dan ngeyel dengan kebijakan pemerintah. Bahkan mereka berdalih bahwa Covid-19 adalah konspirasi demi kepentingan bisnis untuk menguras uang rakyat.

Advertisements

Marilah, saudara-saudaraku, kita lupakan dugaan-dugaan itu sebentar! Mari bersimpuh di hadapan Tuhan, berdoa agar wabah ini segera diangkat dari bumi.

Banyak ulama dan mubaligh menyalahgunakan kata “takwa” dan “yakin” sebagai “pembenar” untuk tidak mematuhi protokol kesehatan atau memakai masker, misalnya. Mereka memprovokasi ruang publik agar orang tidak perlu takut kepada wabah Covid-19. “Takutlah kepada Allah,” begitu kata mereka.

Padahal, sesungguhnya, takwa tidak bisa dijadikan sebagai tendensi kita untuk tidak mematuhi protokol kesehatan. Kita memang harus bertawakal kepada Allah, tapi harus paham dan mengikuti ketentuan syariat.

Tawakal harus dilakukan setelah kita bersungguh-sungguh dalam berikhtiar. Muhal (tidak mungkin) bagi setiap orang bisa mencapai makrifat sebelum tuntas memahami esensi syariat. Wabah menjangkit manusia selaras dengan keputusan-Nya. Mawa lakum min dunihi min waal, manusia tidak memiliki otoritas sedikitpun untuk mengintervensi hak prerogatif Tuhan.

Memang benar adanya, bahwa Nabi pernah menegaskan dalam sebuah hadis: “Tidak ada penularan (penyakit), dan tidak ada reinkarnasi ruh orang mati pada burung hantu.”

Atas dasar hadis itu, Ibnu Sholah mengatakan, bahwa pada hakikatnya penyakit tidak bisa menular, tapi Allah-lah yang membuatnya menular. Namun, Imam Ghazali juga menjelaskan, bahwa “tidak menularnya penyakit” adalah ketentuan yang bersifat universal dan masih umum. Sementara menjauhi orang untuk mencegah terjadinya penularan adalah perintah syariat dalam rangka syaddud dzara’i, yaitu mencegah terjadinya perkara yang merusak.

Halaman: First 1 2 3 Next → Last Show All

Tinggalkan Balasan