Tabib Palsu

2,770 kali dibaca

Agus dibuat jengah dengan polah tingkah bapaknya yang sejak tadi pagi memarahi anak-anaknya.

“Kakek jahat, Yah,” dengus putra keduanya yang masih berumur tiga tahun.

Advertisements

“Kami disuruh main di luar rumah,” putra pertamanya ikut mengadu.

Dengan keringat yang masih membasahi kausnya, Agus menaruh keranjang sayur yang baru dipakai jualan keliling kampung. Dia bergegas menuju kamar bapaknya. Orang tua itu sedang meringkuk berselimut sarung. Dipegangnya tubuh orang tua itu. Ternyata dia sedang sakit gigi. Muncullah rasa kasihan mengganti rasa jengah itu. Sejenak ia teringat pada saat masih mondok, belasan tahun yang lalu. Saat itu dia sedang sakit gigi. Lalu Kiai Majid menyuruhnya mencari daun sirih. Benda itu dia kunyah, lalu dioleskan pada gigi Agus. Seketika sakit giginya berangsur-angsur sembuh.

Agus kemudian mencari daun itu. Anaknya yang pertama dia suruh mencari di pekarangan rumah Mak Nyus. Ketika tiga benda itu telah didapat, cepat-cepat ia mengunyahnya. Ia minta bapaknya mengolesi giginya yang sakit itu dengan obat yang baru ia kunyah. Dan benar, bapaknya sembuh menjelang sore itu. Bahkan ia ajak cucunya bermain.

“Ternyata kamu punya bakat tabib, Mas,” puji istrinya. Bangga hati Agus mendengar pujian itu.
“Kenapa Mas nggak buka pengobatan sakit gigi saja? Kemarin Yu Yam dan beberapa hari sebelumnya Mbok Sar juga mengeluhkan sakit gigi. Hmmm. Taruhlah satu pasien tiga puluh ribu. Berapa penghasilanmu dalam sehari jika per hari minimal ada dua pasien yang berobat padamu Mas? Bandingkan dengan penghasilanmu menjadi tukang sayur selama ini. Paling banter lima puluh ribu. Jelas menjadi tabib lebih punya masa depan cerah, Mas. Apalagi sekarang bisa promosi lewat media online. Prospek sekali itu Mas!” istri Agus meletup-letup penuh semangat.

“Encer sekali pemikiran istriku ini,” bisik Agus dalam hati.

Halaman: First 1 2 3 Next → Last Show All

Tinggalkan Balasan