Suara dari Langit

3,850 kali dibaca

Sejak seminggu lalu desas-desus sudah mulai merebak di kalangan warga. Udin yang sedang ngopi di salah satu pojok desa hanya berdiam dengan khusuk menikmati teh hangatnya. Sepotong gorengan tengah didigit sembari terus membaca koran yang ada di warung.

Namun tentu saja telinga Udin tidak tinggal diam. Dua helai telinganya itu mencuri dengar apa yang sedang ramai dibicarakan. Namun matanya tetap khusuk pada tiap baris tulisan yang ada di koran. Pada salah satu tajuk, di bagian paling pojok di halama paling depan, sebuah berita tentang proyek pembangunan yang digagas bupati lama meruak.

Advertisements

Seakan ingin membayar utangnya pada rakyat di akhir periode, sang bupati ingin mewujudkan pembangunan untuk rakyat miskin dengan membangun sebuah rusunawa. Udin tak terlalu menghiraukan, toh tempat dan waktunya belum disebutkan di sana. Bisa saja itu sekadar janji.

Teringat tentang janji, Udin telah membuatnya denga Kiai Imam untuk membenarkan saluran keran di dapur beliau. Tepat pukul dua siang dia mengangkat badanya dari bangku, membayar gorengan dan teh hangat yang dipesan tadi.

Tanpa menunggu lagi dia melangkahkan kaki menuju rumah sang sesepuh desa. Dari pelataran rumahnya tampak sepi, sebuah sapu dengan tumpukan daun terlihat di bawah pohon sawo. Buahnya lebat, hati Udin sempat tertarik meliriknya. Sembari menunggu lama di teras rumah, dia tak duduk dan terus berdiri.

“Lah Din, kok gak masuk.”

“’Iya Bah, nunggu Abah.”

“Lah wong sudah ditunggu dari tadi kok!” Dan si Udin langsun menuju dapur sembari tersenyam dengan wajah agak merona.

Di dapur Udin langsung mengecek apa yang salah dengan saluran keran rumah itu. Putri sang kiai yang jelita menyiapkan beberapa sajian dan minum. Daripada meliriknya, Udin lebih tertarik pada koran yang sedang dibaca sang kiai.

Halaman: First 1 2 3 ... Next → Last Show All

Tinggalkan Balasan