Selawat Sakti

1,687 kali dibaca

Selawat itu ditulis tangan dengan tinta hitam di kertas kuning. Jenis kertas yang persis dengan kertas kitab-kitab di pesantren. Kemudian oleh kakek Hawa, selawat itu dibingkai dengan pigura dari rangkian kayu gaharu dan dicantolkan di dinding papan kayu ruang fasholatan[1].

Hawa hapal betul dengan wewangian yang bersumber dari pigura itu. Sejak masih bocah ia kerap salat juga bersih-bersih di ruang fasholatan. Emaknya juga sering mewanti-wanti kepadanya, “Kamu jangan teledor menjaga dan mengamalkan selawat itu, Nduk. Jika kamu sampai teledor hatimu pasti butek, hitam keruh, dan perilakumu pasti tak harum. Ingat itu, Nduk!”

Advertisements

Hawa ingat betul pesan itu. Kalimat keramat itu selalu diulang-ulang emaknya hingga akhir sebelum ajal Emak tiba. Kini, hanya Hawa dan Rijal, suaminya yang menempati rumah itu. Rumah peninggalan kakeknya.

Pada suatu sore, Hawa penuh hati-hati membersihkan pigura yang membingkai selawat itu. Kaca pigura yang sudah sedikit buram dan berbintik-bintik hitam. Kayu gaharu berukir itu juga sudah berdebu. Tak lagi menguar wewangian khas. Hawa lupa kapan terakhir mengelap pigura seukuran foto 10 R itu. Namun, beberapa jenak kemudian, tangan Hawa tidak lagi bergerak-gerak di pigura itu, sorot pandangannya kosong. Peristiwa kebakaran yang terjadi pada Maret tahun 1980 kembali menyusup dalam lamunan Hawa.

Kala itu, Hawa yang khidmat mengikuti proses belajar di bangku kelas satu dasar dikejutkan oleh suara riuh warga. Juga bunyi kentongan tak henti-henti membuat miris semua orang yang mendengar.

“Kebakaran! Kebakaran!”

Api membeludak dari salah satu rumah di kampung Pilang. Begitu cepat api itu meraksasa dan menjilati rumah itu. Lantas diantar angin kencang, lalu kobaran api itu sangat ganas melahap rumah-rumah warga kampung Pilang yang masih banyak berbahan anyaman bambu dan kayu. Pun belum ada aliran listrik di kampung itu. Penduduk berhasil memadamkan api dengan alat seadanya, tetapi nyaris seluruh rumah di kampung Pilang gosong dan roboh, kecuali rumah kakek Hawa yang selamat. Letak rumah kakek Hawa paling ujung di samping jembatan kecil. Jembatan pembatas kampung dengan sawah-sawah.

Halaman: First 1 2 3 ... Next → Last Show All

2 Replies to “Selawat Sakti”

Tinggalkan Balasan