Santri dan Jurang Media Sosial

904 kali dibaca

Era digital cukup massif menyerang generasi muda, termasuk dalam kehidupan di pesantren. Di mana setiap orang diajak untuk selalu menampilkan aktivitas dan pola kehidupan yang ada di masyarakat lewat media sosial. Tidak heran jika ada yang mengatakan bahwa nilai Pancasila semakin tergerus dengan ketidakmampuan kita dalam mengatur dan membendung arus informasi. Lihat saja pada perilaku egoisme, antisosial, sikap individual, hedonis, dan perilaku yang tidak mencerminkan nilai-nilai luhur atas dasar Pancasila.

Dampak dari media sosial sudah tidak bisa kita simpan rapat di saku kebangsaan. Tapi, setidaknya kita belum terlambat. Dalam hal ini, peranan santri sangat dibutuhkan, terutama dalam menjaga dan menjunjung tinggi nilai-nilai yang sudah lama tumbuh subur di pesantren. Misalnya, bagaimana santri harus bersikap santun, hormat, tidak gegabah dalam menerima informasi yang sumbernya belum jelas keabsahannya, dan menghargai setiap perbedaan yang lahir dari pemikiran di luar kelompoknya.

Advertisements

Santri juga harus bisa memanfaatkan media sosial dengan baik, sebisa mungkin lebih open minded untuk menyikapi setiap problem dan perubahan yang mengarah pada gesekan individu maupun kelompok.

Hal ini bisa dilakukan dengan cara aktif di media sosial, lewat akun dan platform sosial media dan website yang menyuarakan konten positif. Semacam ceramah dan diskusi yang ada di pesantren juga ditampilkan secara live, membentuk narasi-narasi yang mengarah pada kesatuan dan sikap toleransi. Sehingga sampah intoleran, radikalisme, dan sikap konservatif bisa diimbangi dengan narasi-narasi yang lebih adem, damai, dan penuh kebaikan.

Dari sini, sikap kritis santri begitu dinanti dan dibutuhkan. Sikap gegabah dalam artian mudah terpancing untuk ikut arus radikal dan intoleransi yang juga menjadi kepanjangan tangan dari berita hoax bisa diantisipasi. Namun perlu kita ingat bahwa untuk terjun dalam peperangan media sosial, santri tetap diwajibkan merujuk kepada teks dan konteks yang sudah dipelajari di pesantren. Ini diperlukan supaya tidak terjebak pada perilaku yang justru tidak mencerinkan nilai-nilai santun, kebersamaan, tawadhu, dan kebaikan.

Halaman: First 1 2 3 Next → Last Show All

Tinggalkan Balasan