Sadikin dan Ibadahnya

750 kali dibaca

Sadikin bersandar di tembok musala menanggung gelisah. Setelah mengumandangkan azan maghrib dan dilanjutkan mengimami dengan makmum yang hanya istrinya seorang, dia terkantuk-kantuk menunggu santri-santrinya yang tak kunjung datang.

Sekitar dua minggu yang lalu dia mulai mengajar ngaji di musala, menggantikan Haji Dasuki yang telah tiada. Namun, pikirannya terbebani lantaran tiap hari santri warisan Haji Dasuki itu satu per satu mulai menghilang. Dan puncaknya adalah hari ini, tak ada satu pun bocah-bocah itu yang datang mengaji.

Advertisements

“Sudah waktunya isya, Mas. Anak-anak tak ada yang datang. Tak ada yang azan.”

Suara istrinya lembut membangunkan Sadikin. Lelaki itu tergeragap bangun. Matanya dikucek-kucek untuk mengusir kantuk. Sebenarnya tubuhnya capai sekali, namun kiainya dulu berpesan untuk nasrul ilmi, menyebar ilmu, maka amanat untuk melanjutkan perjuangan Haji Dasuki itu ia sanggupi dengan senang hati.

Sadikin melongok jam yang menempel erat di tembok di atas mihrab. Beberapa ekor cecak berlari ke belakang jam dinding itu setelah berhasil menangkap seekor laron. Dan jarum jam telah menunjuk jam tuju lebih sepuluh menit, waktunya salat isya. Sadikin bangun menuju mikrofon. Ia kumandangkan azan dengan nada sendu.

Hayya ala shalaah…,” suaranya mendayu menembus sudut-sudut desa. Dan batinnya berkata-kata meresapi seruan azan itu. Ke mana orang-orang kampung ini? Kenapa mereka semakin jarang menyapa musala sepeninggal Haji Dasuki?

“Hayya alal falaah…,” pekik Sadikin.

“Mari jemput kemenangan, kawan. Akh, mungkin mereka tak mau menggubris seruanku, bagaimana akan terpanggil padahal yang memanggil tak pernah menjadi pemenang dalam gelanggang kehidupan?” desis Sadikin dalam hati.

Usai salat qobliyah, Sadikin bersenandung puji-pujian.

“Tombo ati iku limo perkarane.
Kaping pisan moco Qur’an lan maknane.
Kaping pindo sholat wengi lakonono.
Kaping telu wong kang sholeh kumpulono.
Kaping papat kudu weteng ingkang luwe.
Kaping limo dzikir wengi ingkang suwe.
Salah sawijine sopo bisa ngelakoni.
Mugi-mugi gusti Allah nyembadani.”

Sadikin iqomat setelah tiga kali reff pujian itu tak ada makmum yang datang. Ia menjadi imam lagi.

Halaman: First 1 2 3 Next → Last Show All

Tinggalkan Balasan