SAATNYA MEMANEN MASA LALU
Ketika senja itu tenggelam di matamu
Aku melihat gurat sembilu
Tumbuh di antara ladang-ladang pengharapan
Yang dulu kau sirami dengan pengkhianatan
Di sana, ada banyak cerita yang menderita
Berwujud tangis yang tragis
Lantas bersimpuh di wajahku
Memohon tak menjadikannya masa lalu.
Katanya, raja itu kini menang
Dengan bukti mengempaskan seluruh kenangan
Yang pernah dipanennya
Sewaktu masih bersama-sama
Sejatinya aku tidak sakit hati karena itu
Sebab aku menganggapnya hanya angin lalu
Tapi, aku lebih sakit hati
Bila raja itu
Diam-diam mencampakkanku serupa debu
2019
KEPADA YANG MENCINTAI HUJAN
Malam ini, barangkali engkau ingin bertanya
Siapakah pemilik kucing-kucing yang sedang berkeliaran?
Mereka berlarian mencakar semesta
Mencari alamat seluruh kenangan bermula
Dari seberang senja itu
Aku mengintai seseorang menanam rembulan di hatimu
Supaya benderang dan tak ada yang terlewati
Dari memandang tubuh hujan paling sejati
Rasa-rasanya aku sadar, aku adalah tujuan
Dari hujan yang sengaja dijatuhkan
Ke jurang paling dalam
Tempat segala dusta disamarkan
Ingatlah, bahwa aku tidak mencintai hujan
Kecuali hujan yang jatuh dan kehilangan
2019
BERKALUNG TUBUHMU
Malam yang berselimut keheningan
Selalu membuatku gagal bertahan
Dari rayuan kesiur wajah purnama
Yang kian mengintaiku dari lembah luka
Ketika itu, aku melihat matamu yang pasrah
Melepah jubah kenangan tanpa resah
Membiarkan aku berkelana
Berkalung tubuhmu yang tak lagi sempurna
Ke sana-kemari aku berlari
Mencari ribuan kota yang kau tangisi
Sebelum aku pandai menggoda puisi
Apalagi memilih diksi.
“bukankah ada, bu?
Tempat paling ranum di hatimu
Yang menjual penyakit macam rindu?”
Sebagai jawaban kau hanya tersenyum lesu
Namun, aku sudah menafsiri itu
Sejak kau mendadak beku.
2019