Puasa dan Ziarah Kemanusiaan

779 kali dibaca

Pada dasarnya, ibadah puasa di bulan Ramadan bukan hanya semata-mata kenikmatan spiritual antara seorang hamba dengan Tuhannya. Lebih dari itu, ibadah puasa juga erat kaitannya dengan dimensi sosial kemasyarakatan. Di mana manusia juga tidak bisa lepas dari kehidupan yang mengarah pada aspek sosial, karena selain manusia sebagai homo religious, satu sisi juga diciptakan sebagai makhluk sosial.

Ada banyak manusia hari ini yang justru hanya mengandalkan kedalaman spiritualitas dalam menjalani keintiman dengan Tuhannya. Pada titik ini, terkadang lupa terhadap ruang sosial yang justru dalam agama sangat ditekankan oleh Allah. Seperti, bagaimana kita diwajibkan untuk terus berbuat baik terhadap orang lain, memberikan sebagaian kekayaan, bersikap ramah dan penuh dengan kasih sayang. Anjuran-anjuran semacam ini sering kita dengar dalam pengajian-pengajian keagamaan dan ruang-ruang diskusi. Tapi, dalam tahap implementasi masih belum banyak yang melakoni.

Advertisements

Puasa merupakan ruang di mana kita diajarkan untuk berhenti sejenak, agar merenungi kebesaran Tuhan, pada fase inilah tidak patut bila masih mengandalkan egoisme dalam bertindak.

Sebagaimana yang ditulis oleh Muhammad Nasib ar-Rifa’I dalam Ringkasan Tafsir Ibnu Kasir, bahwa puasa adalah menahan diri dari makan, minum, dan berjimak, tentu harus disertai dengan niat yang ikhlas kepada Allah Yang Maha Mulia dan Maha Agung, karena dalam ibadah puasa mengandung manfaat bagi kesucian, kebersihan, dan kecemerlangan diri dari percampuran dengan keburukan dan akhlak yang rendah.
Kesucian dan kebersihan ibadah puasa ialah suci dan bersih dari perilaku yang mengurung manusia dari sifat rakus, dengki, dan sombong kepada Tuhan dan makhluk ciptaan-Nya. Buya Hamka juga menegaskan bahwa puasa adalah upaya pengendalian diri seorang hamba terhadap dua syahwat dirinya, yaitu syahwat seks dan syahwat perut yang bertujuan mengekang nafsu. Keberhasilan dari pengendalian diri tersebut justru akan mengangkat tahapan yang ditempuh sebagai hamba di muka bumi.

Bagi manusia sebagai makhluk yang berada di antara posisi malaikat dan binatang, sangat diperlukan adanya suatu jalan untuk mengendalikan nafsu supaya tidak terjerumus pada pola sifat kebinatangan. Jalan itu adalah ibadah puasa, karena dengan menjalani laku puasa kita akan terhindar dari sifat-sifat yang merusak alam semesta.

Halaman: 1 2 Show All

Tinggalkan Balasan