Pesantren sebagai Penjaga Bahasa Daerah (Sunda)

3,814 kali dibaca

Di Indonesia terdapat dikhotomi antara pendidikan pesantren dan pendidikan umum. Pesantren yang dimaksud di sini adalah lembaga tertua tempat menimba ilmu agama Islam yang di dalamnya terdapat unsur kiai, santri, dan kitab kuning.

Saya tidak akan berpanjang lebar karena akan jadi membosankan. Pembaca di sini tentu sudah sangat paham. Sementara, pendidikan umum adalah sekolah-sekolah resmi yang selama ini kita kenal mulai dari jenjang dasar, menengah, sampai tinggi.

Advertisements

Kedua sistem pendidikan ini berjalan sendiri-sendiri. Jika pesantren dikenal sebagai tempat belajar agama yang bertujuan mencetak ulama-ulama Islam yang mumpuni, maka pendidikan umum merupakan tempat belajar ilmu-ilmu umum sekuler (sebetulnya ada juga pelajaran agama Islam, tapi tidak terintegrasi) yang tujuannya untuk mencetak insan-insan terpelajar dalam bidang-bidang keduniaan. Dikhotominya terletak dalam dua hal: yang satu mengurusi akhirat; yang satunya lagi mengurusi dunia.

Tentu ini dapat diperdebatkan, tetapi rasanya semua setuju bahwa di masyarakat kita berkembang pandangan, jika ingin menjadi ulama yang dapat membimbing masyarakat ke surga, belajarnya ya di pesantren. Sementara, jika ingin bekerja dan meningkatkan karier, belajarnya harus di sekolah umum. Saya sendiri tidak setuju dengan dikhotomi macam ini, tetapi karena ini hanya pengantar, mari kita cukupkan saja sampai di sini. Kita sepakati saja bahwa ada dikhotomi di antara kedua lembaga tersebut.

Santri “Dua Kaki”

Saya di sini akan berbagi pengalaman kebahasaan yang saya alami dan amati sebagai yang pernah mondok di pesantren sejak SMP sampai SMA di satu pesantren yang sama, yaitu Pesantren Darul Ulum Petirhilir, Baregbeg, Ciamis, atau sering disebut “Pesantren Petir” saja. Kebetulan pesantren tempat saya mondok tersebut adalah murni tradisional, sehingga hanya mempelajari kitab kuning. Di sisi lain, saya juga menempuh pendidikan di sekolah umum yang berada di luar pesantren. Istilahnya belajar “dua kaki”. Satu kaki berpijak di pesantren, satu lagi di sekolah umum. Keduanya benar-benar terpisah dan tidak ada hubungan.

Halaman: First 1 2 3 ... Next → Last Show All

Tinggalkan Balasan