Pesantren dan Wajah Inklusivitasnya

683 kali dibaca

“Peranan Islam yang dipancarkan oleh pesantren tidak saja mewarnai alam ruhani dan keyakinan, tetapi juga karakter bangsa yang hendak mempertahankan eksistensi persatuan dalam menyelamatkan martabat seluruh bangsa.” (Petikan dalam buku KH. Syaifudin Zuhri, 2010:134)

Berangkat dari hipotesa di atas dapat kita tarik dua kesimpulan bersamaan, bahwa pesantren adalah ruang pendidikan Islam di satu sisi. Sedangkan, pesantren juga bagian dari gerak stabilitas sosial bangsa di sisi yang lain.

Advertisements

Dalam konteks pendidikan yang selalu berkembang, baik secara ideologi maupun karakteristiknya, pesantren adalah satu ruang pendidikan yang memiliki mobilisasi baik sosial maupun keberagamaan.

Hal ini disepakati oleh berbagai sejarawan bahwa perkembangan pesantren adalah tidak bisa lepas dari kontruksi sosial yang sudah lebih dulu berkembang. Wali Songo, misalnya, tidak dapat dimungkiri bahwa peranan dari para wali dalam memusatkan pendidikan Islam baik di surau maupun di bilik-bilik menjadi embrio dari pesantren itu sendiri, tentu tidak lepas dari kontruksi sosial yang sudah berkembang lebih dulu. (Abdurrahman Mas’ud, 2004:58)

Kerangka yang diajukan oleh Sayyed Hosen Nasr dan dipinjam oleh beberapa peneliti Islam tentang pesantren adalah Islam tradisional. Di mana kontinuitas gerak tradisional pendidikan dijaga oleh pesantren. Sehingga istilah the great of traditional education religion menjadi satu identitas tentang pesantren. Padahal seiring dengan ragam kemajuan, termasuk kita harus mengakui bahwa Snouck Hongronje memiliki peran dalam pengenalan pendidikan barat yang menjadi tandingan atas pendidikan tradisional, termasuk pesantren.

Hal ini pernah disinggun oleh Nurcholish Madjid dalam salah satu artikelnya, bahwa andai saja Indonesia tidak mengalami penjajahan, mungkin pendidikan mengikuti aur-alur yang dikembangkan oleh pesantren. (Nurcholish Madjid, Bilik-Bilik Pesantren:3).

Dengan kata lain, pesantren tidak hanya, dan bahkan bukan semata-mata, menjadi penjaga tradisionalisme pendidikan, melainkan juga menjadi ruh atas martabat atau local wisdom sebuah bangsa. Mengapa? Karena pesantren tidak hanya menawarkan penguatan batiniahnya, melainkan sikap sosial dan kedewasaan personal maupun civil society dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Halaman: First 1 2 3 Next → Last Show All

Tinggalkan Balasan