Perayaan Satu Abad NU dan Bingkai Keagamaan

904 kali dibaca

Puncak perayaan memperingati satu abad kelahiran Nahdlatul Ulama (NU) dilaksanakan pada 7 Februari 2023. Untuk menandai seabad usia NU, berbagai acara digelar secara nonstop selama 24 jam di GOR Sidoarjo, Jawa Timur. Salah satu ritualan yang dilaksanakan adalah pembacaan Manaqib Syekh Abdul Qodir Jaelani dan selawatan. Resepsinya dihadiri langsung oleh Presiden RI Joko Widodo dan ulama sedunia.

Yang tidak kalah menarik, rangkaian perayaan seabad NU yang dirancang secara apik ini juga diawali dengan pembacaan istighosah dan puisi serta pemukulan beduk digital. Bahkan, sederet hiburan seperti kasidah, orkhestra, lantunan eolawat, karnaval Nusantara, serta hiburan rakyat lain seperti kuliner Nusantara juga digelar untuk memeriahkan acara ini.

Advertisements

Artikel ini bermaksud mengurai makna di balik meriahnya perayaan satu abad NU yang dikemas dalam beberapa segmentasi. Perayaan 100 tahun NU ini dapat menjadi ruang bagi nahdliyin dalam menegaskan kembali bingkai keagamaan (Islam) sebagai agama yang ramah, toleran, dan kental dengan budaya Nusantara demi menjaga keutuhan bangsa Indonesia.

Mengingat segudang pengalaman dalam perjalanannya, khususnya dalam mengawal tatanan kehidupan beragama dan berbangsa selama satu abad ini, berbagai proses dialektika yang telah dialami banyak memberikan pengetahuan dan pengalaman bagi NU, sehingga menjadi penting untuk ditegaskan kembali dalam momentum memperingati satu abad NU ini.

Apalagi, NU, sebagai organisasi terbesar di Indonesia, yang lahir sejak tahun 1926 ini, telah banyak memberikan warna dan kontribusi dalam tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara yang telah diikat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Sehingga bangsa ini terhindar dari disintegrasi dan tetap terjaga keutuhannya meskipun hingga kini tekanan dari ideologi keagamaan tertentu masih mewarnai ruang-ruang publik yang menjadi pilar penting dalam demokrasi kita.

 Penjaga NKRI

Sebagai jamiyah terbesar di Indonesia, NU menegaskan dirinya sebagi organisasi yang memiliki komitmen kebangsaan dan siap menjadi penjaga NKRI. Setidaknya, komitmen kebangsaan ini telah ditunjukkan oleh NU sejak muktamar di Banjarmasin pada 1936, Resolusi Jihad 1945, pengukuhan Kepala Negara Republik Indonesia sebagai waliyul amri adharuri bi as-syaukah, hingga penerimaan Pancasila dan NKRI sebagai tujuan akhir perjuangan umat Islam pada 1984 di Muktamar NU Situbondo.

Halaman: First 1 2 3 Next → Last Show All

Tinggalkan Balasan