Pengembaraan Intelektual Azyumardi yang Menginspirasi

1,248 kali dibaca

Tepat hari Minggu (18/09/2022) pukul 12.30 waktu Kuala Lumpur, seorang guru bangsa, Ketua Dewan Pers 2022-2025, sekaligus Rektor UIN Syarif Hidayatullah 1998-2006, Prof Dr Azyumardi Azra, M.Phil., M.A., CBE., dinyatakan telah tutup usia (67 tahun) di Rumah Sakit Serdang, Selangor, Malaysia. Jenazahnya dimakamkan dengan penuh penghormatan di Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata, Jakarta Selatan, Selasa 20 September 2022.

Indonesia kembali kehilangan seorang intelektual yang diberi gelar CBE (Commander of the Order of British Empire) oleh Kerajaan Inggris. Betapa rasa kehilangan itu menjadi ratapan duka yang mendalam. Pasalnya, ia merupakan sosok langka yang sulit tergantikan.

Advertisements

Dalam rangka mengenang Azyumardi Azra, terdapat buku populer sekaligus fenomenal yang berjudul Dari Pesantren untuk Dunia, Kisah-kisah Inspiratif Kaum Santri. Sebagian lembar pada buku dengan tebal 478 ini memuat perjalanan intelektual Azyumardi Azra yang ia tulis sendiri. Sangat cocok kita simak dan gali bersama. Sebagaimana judul buku, apa yang ditulis oleh Azyumardi ini tentu merupakan kisah yang inspiratif.

Azyumardi Azra lahir di Lubuk Alung, Pariaman, Sumatera Barat pada tanggal 4 Maret 1955. Ia lahir di tengah-tengah keluarga sederhana yang masih tergolong santri. Meski tergolong santri, ia mengaku tidak memiliki ilmu agama yang cukup. Hal ini mungkin sebab banyak orang Sumatera Barat beribadah dengan cara Muhammadiyah yang sederhana.

Menurutnya, seperti diketahui, sebagai organisasi modernis, Muhammadiyah relatif tidak apresiatif terhadap jenis ibadah ritual yang sifatnya ghairu mahdah, dan cenderung menolak percampuran ibadah Islam dengan tradisi lokal. Padahal, seringkali ritual keagamaan yang berpadu dengan tradisi lokal yang telah diislamisasikan banyak berkesan pada sikap keberagamaan seseorang, terlepas dari adanya perbedaan pandangan masyarakat Muslim atasnya (hlm. 67).

Saat sore dan malam hari, Azyumardi tidak sama dengan remaja Minang lainnya. Umumnya, pemuda Minang setiap sore dan malam hari pergi ke surau, menginap di sana untuk belajar mengaji, salat dan ibadah-ibadah lain, serta belajar silat dan mendengar cerita tentang rantau. Sementara ia tidak pernah merasakan itu, karena ia lebih memilih tidur di rumah orangtuanya di wilayah pasar.

Halaman: First 1 2 3 ... Next → Last Show All

Tinggalkan Balasan