Panggil Aku Gus Parit (4)

1,583 kali dibaca

Faizal dan Gus Parit sudah lulus. Keduanya telah bergelar sarjana pendidikan. Dan, kehidupan tetap harus berjalan. Tugas berikutnya adalah mencari pekerjaan. Tidak mudah! Lamaran dan daftar riwayat hidup dikirimkan beratus-ratus lembar, tak juga kunjung ada balasan. Bergelar S1, namun pengangguran, kiranya tidak hanya mereka berdua di negeri ini. Jutaan!

Selalu kalah pada iklan lowongan, dengan tulisan “diutamakan berpengalaman”, bahkan jika ada tulisan “berpenampilan menarik”, Gus Parit mengurungkan melanjutkan membaca iklannya, karena merasa tidak memiliki keduanya.

Advertisements

Faizal dan Gus Parit merasa terbebani. Dua pemuda, sehat walafiat, waras dan cerdas, lulus perkuliahan, tetapi menganggur.

Seperti pagi ini, Gus Parit diceramahi ibunya, “Oalah Rit..Rit! Mbok ya keluar sana, cari kerja yang benar, menghasilkan duit. Biar berguna ilmu kuliahmu itu!”

Gus Parit mendengus kesal, siapa yang tidak ingin kerja? Siapa yang tidak ingin menghasilkan duit? Maka, dijawablah sekenanya, “Kerja apa to Bu? Anakmu ini sudah berusaha. Zaman sekarang sulit cari kerja. Sarjana seperti aku ini banyak yang nganggur. Pinter tapi kalau nggak ada relasi atau orang dalam, ya sama saja bohong.”

Ibu Gus Parit menambahi ceramahnya, “Rit! Pekerjaan itu banyak. Nggak harus sesuai bidang. Nggak usah gengsi. Sana, buruh tandur, nguli bangunan, berkebun, beternak, atau apalah, yang penting tidak nganggur Rit!”

“Sarjana ko ngarit, angon sapi! Emoh! Tunggu saja Mak! Sebentar lagi anakmu yang guanteng ini pasti diterima kerja.”

“Ganteng sekandang kambing itu! Rit, dulu, ada bapakmu yang bisa nguliahkan kamu. Sekarang, bapakmu sudah meninggal, ganti kamu sekarang yang jadi tulang punggung keluarga. Kerja Rit, kamu harus kerja! Emak dan dua adikmu ini butuh makan.”

Saking jengkelnya, Gus Parit menyahut, “Kalau tidak ada yang dimakan, ya puasa, Mak!”

Halaman: First 1 2 3 ... Next → Last Show All

Tinggalkan Balasan