Orang-orang Miskin

545 kali dibaca

“Pak, saya belum dapat jatah! Itu punya saya, kenapa diambil oleh Pak Yadi?”

Pak Arman memekik setelah melihat satu kantung beras dan sembako jatah dibawa oleh lelaki tambun berkumis tebal itu.

Advertisements

“Pak Arman, kan, bulan kemarin sudah dapat bagian. Bulan ini giliran saya yang dapat, Pak,” sahut Pak Yadi.

Suasana siang semakin memanas, saat kedua belah pihak saling berselisih tentang warga penerima bantuan untuk orang miskin. Akhir-akhir ini Desa Suka Wangi memang mengadakan bantuan pangan kepada warganya yang tergolong kurang mampu. Semua warga yang penghasilannya di bawah rata-rata didata. Termasuk Pak Arman dan Pak Yadi. Peraturan yang telah disepakati bersama, yaitu setiap bulan warga yang tergolong tidak mampu bergilir mendapatkan bantuan. Jika bulan ini sudah dapat, bulan depan yang dapat adalah orang miskin yang lainnya. Sebab, pertimbangan dana desa yang belum bisa mencukupi semuanya.

“Ada apa ini, bapak-bapak?” Pak Ahmad, kepala desa, mencoba menengahi.

“Begini, Pak. Pak Yadi mengambil jatah saya. Padahal kalau dilihat, kan, lebih miskin saya daripada Pak Yadi,” ungkap Pak Arman.

Pak Ahmad hanya menggeleng seusai mendengar ucapan Pak Arman. Tak habis pikir. Kemiskinan jadi ajang perlombaan. Hal inilah yang kadang dikhawatirkan oleh kepala desa itu. Banyak warga yang mengaku miskin saat ada bantuan. Seperti saat ini. Sedih. Lelaki berseragam dinas itu mengelus dada melihat tingkah laku warganya.

“Sesuai pengumuman yang saya umumkan kemarin. Bagi yang bulan kemarin sudah dapat bantuan, bulan ini tidak bisa dapat lagi, Pak. Tunggu bulan depan, insyaallah,” ucap Pak Ahmad.

Bukannya mereda dan diam menerima penegasan dari kepala desa, suasana malah semakin panas. Tak mau terima. Mereka bahkan saling baku hantam satu dengan yang lain. Kericuhan itu membuat Pak Ahmad makin geleng-geleng dan memijat keningnya. Pusing. Mereka akhirnya dapat dinormalkan setelah pihak keamanan desa turun tangan.

Halaman: First 1 2 3 Next → Last Show All

Tinggalkan Balasan