Ngaji Wayang: Jejak Peninggalan Wali Songo

3,565 kali dibaca

Wayang merupakan jejak artefak para wali yang menyebarkan Islam di Jawa hingga kini. Awal kemunculanya, wayang digunakan sebagai alat pemanggil arwah. Baru kemudian, pada masa Wali Songo dimodifikasi; dari kegunaannya sebagai media pemanggil arwah, menjadi media edukasi masyarakat sebagai sarana menemukan jati diri (sejatining rogo). Dapat dikatakan, para wali menjadikan wayang sebagai alat untuk mempribumisasikan Islam menjadi agama yang dapat diterima oleh masyarakat secara kultural, agar tidak terkesan keras dan kaku.

Setiap dalam cerita wayang disuguhkan dan sampaikan secara gamblang dan jelas. Adegan-adegan yang ditampilkan dalam pertunjukan wayang mampu membuat akal dan pikiran orang yang menyaksikannya seakan menjadi pemerannya.

Advertisements

Di dalam pagelaran wayang kulit purwa, misalnya, disuguhkan dengan tema wewayanganing agesang (bayang-bayang dari totalitas kehidupan). Dikemas dengan bahasa yang lucu dan menghibur, tapi sarat akan makna; bahwa bayang-bayang kehidupan ini tidak akan terlepas dari lubuk hati manusia. Karena itu, wayang sangat melekat dengan aspek-aspek kehidupan bersosial dan juga spiritual.

Wayang adalah budaya khas Jawa yang telah direformasi dan ditransisikan oleh para wali. Awal kemunculannya, wayang hanya berupa kertas yang digambar (dua dimensi), kemudian divisualisasikan oleh dalang. Baru kemudian, Sunan Kalijaga menjadikannya seolah-olah hidup.

Setiap dari cerita lakon wayang memiliki nilai-nilai spiritualitas yang tinggi. Seperti: “Durno Kajarwo” yang mengingatkan, bahwa setiap hawa nafsu akan menjerumuskan orientasi manusia ke dalam kehancuran. Juga lakon “Pandawa Mukso,” yang menceritakan perjalanan akhir spritual para pandawa. Artinya, lakon tersebut menuntun kita untuk senantiasa melakukan mukso (menahan diri) dari hal-hal buruk, agar memperoleh akhir yang baik (khusnul khatimah).

Di dalam pagelaran wayang, atau yang disebut pakeliran, pesan-pesan disampaikan secara jelas dan detail dalam aluring crios (alur cerita yang disampaikan). Maka, setiap dalang harus mempunyai keahlian dalam menyampaikan setiap lakon ceritanya. Misalnya, memasukkan piwulang Mbah Sunan Kalijogo di sela-sela dialog antartokoh, dan lain sebagainya.

Halaman: First 1 2 3 Next → Last Show All

Tinggalkan Balasan