NARASI TANAH KELAHIRAN

1,394 kali dibaca

NARASI TANAH KELAHIRAN

Di tanah yang merah ini
Aroma cinta nenek moyangku
menyeruap ke kota-kota
bahkan ke pulau-pulau
Melecutku agar tak gentar oleh hujan dan  badai

Advertisements

Dahulu, para leluhur begitu pandai
mensiasati kemarau dengan kilau arit
yang mereka asah pada ketabahan senja
Manis siwalan meraka racik dengan mimpi
Pohon tarebung setegak kematian meraka daki dengan doa
Agar sehelai cinta yang netes di pundak subuh
Dapat mereka teguk saat paceklik tiba

Di tanah yang merah ini
Sesekali kulihat benih cinta para leluluhur
tumbuh sebagai debar angin berkepanjangan
yang diiringi sayup-sayup Kidung ara
yang mengalun di sepanjang arus ingatan.

Di tanaha ini, kelak aku akan pulang
dengan gairah rindu yang sama–untuk
mengikat benang usia pada tangkai kesuburan tanah kelahiran.

Gajahwong 2022.

KOTAKU

Adakah yang bisa mengerti kotaku?
Ia terbuat dari lelehan mimpi yang usang tertikam sunyi
Bartahun-tahun lamanya, berkisah-kisah pedih dan lukanya.
Di kotaku, Hujan adalah kata-kata
Jatuh dan mengalir jadi darah, lalu menggenang jadi air mata.

Kusaksikan di bawah langit yang gelap
Bermacam-macam ketakutan melayang seperti debu
Sementara ketentraman serupa matahari
Yang masih akan terbangun di pagi yang gelisah.

Di mana suara-suara yang katanya penuh cinta
Mengapa ia tak terdengar lagi?
Ataukah ia masih terlelap di pangkuan sajak-sajak
yang berkisah tentang harum kentut bidadari
yang menyeruap di jantung rembulan.

Kotaku kini semakin tak bisa dimengerti
Jalanan menjadi buntu, tanpa arah bahkan tanpa tuhan.
Tak ada lagi keramaian di bawah lampu-lampu yang gemerlap indah
Tak ada lagi kebahagiaan yang tumbuh di bahwah atap kedamaian
Nasib Kotaku serupa rumah kosong
Sunyi dan debu menyatu jadi kisah pilu.

Gajahwong 2022.

Halaman: 1 2 Show All

Tinggalkan Balasan