Musala Kiai Misbach

1,032 kali dibaca

Embusan angin perlahan-lahan mulai terasa. Cahaya purnama mulai memancar lagi usai ditelan awan. Sesekali sang purnama pun sirnalah lagi diadang cemara atau bahkan ilalang. Angin pun bergerak ke arah sang surya terbit, seakan menggiring pulang para jemaah salat isya. Suara gesekan kaki dengan sendal mengiringi kepulangan jemaah.

“Tempat ini untuk ibadah. Jangan untuk gurauan atau keduiawian,” nasihat Gus Fadil, putra Kiai Misbach yang disampaikan tadi di antara maghrib dan isya.

Advertisements

Gus Fadil lantas bercerita bahwa tempat ibadah harus punya ruh dan dijaga kesuciannya. Pantang untuk gurauan, tempat bermain anak-anak kecil, politik, atau jagongan hal-hal yang bersifat duniawi. Tempat itu juga harus suci dan bersih; baik tempat, badan, hingga hati para warga yang datang.

Malam itu sama dengan malam-malam berikutnya. Musala benar-benar penuh sesak dengan jemaah. Tak peduli tua-muda, miskin-kaya, laki-perempuan tidak bisa meninggalkan salat berjamaah. Musala satu-satunya di dusun kecil itu semakin ramai.

Itulah yang menjadi muasal mengapa musala kecil peninggalan Kiai Misbach ini merasa perlu untuk direnovasi total karena jemaah banyak berjejal. Dan harus diatasi dengan segera agar seluruh warga memperoleh hak beribadah di musala. Waktu itu, perekonomian warga pun lagi bagus-bagusnya. Tanaman jagung tumbuh, sayuran tumbuh, pedagang laku di pasaran, ternak-ternak mereka beranak pinak, apalagi para pegawai selalu naik gaji. Kotak amal seolah pingsan menerima sumbangan hingga dibuatkan rekening bank.

Renovasi besar-besaran pun dimulai. Sumbangan berdatangan tanpa perlu proposal, imbauan, maupun pengumuman. Panitia renovasi musala sampai kewalahan mempergunakannya. Dalam waktu enam bulan, musala sudah berdiri megah dan sangat indah. Lengkap dengan mimbar, puluhan mushaf Quran, tempat wudlu, toilet, taman, AC, karpet beludru, parkir kendaraan, mic dan amplifier masa kini. Mungkin, lebih tepatnya dinamakan masjid jami’ tingkat kecamatan karena mampu menampung ratusan jamaah. Tapi, warga tetap menamai Musala Kiai Misbach.

Halaman: First 1 2 3 ... Next → Last Show All

Tinggalkan Balasan