Misteri “Hujan Bulan Juni”

1,348 kali dibaca

tak ada yang lebih tabah
dari hujan bulan Juni
dirahasiakannya rintik rindunya
kepada pohon berbunga itu

tak ada yang lebih bijak
dari hujan bulan Juni
dihapusnya jejak-jejak kakinya
yang ragu-ragu di jalan itu

Advertisements

tak ada yang lebih arif
dari hujan bulan Juni
dibiarkannya yang tak terucapkan
diserap akar pohon bunga itu

(Hujan Bulan Juni, karya Sapardi Djoko Damono, dari buku Sastrawan Angkatan 66-70 oleh Dian Ika Pratiwi)

Benarkah puisi ini diciptakan ketika musim hujan? Atau terinspirasi oleh hujan di Bulan Juni? Benarkah terjadi hujan di bulan Juni? Kalimat-kalimat tanya ini tidak akan pernah terjawab kecuali oleh pencipta puisi ini.

Sapardi Djoko Damono atau yang biasa disingkat menjadi SDD, mencoba beralibi dengan waktu dan musim. Waktu yang dimaksud adalah bulan Juni, sedangkan musim adalah hujan. Walaupun, tidak ada aturan puitika, bahwa puisi itu diciptakan harus benar-benar sesuai dengan fakta dan realita. Tidak ada kaidah dalam perpuisian yang mengatur cipta-lirik puisi harus selaras dengan kenyataan.

Tetapi, kejujuran di dalam perpuisian akan memberikan efek yang “lebih”, karena jujur adalah sikap dan sifat hati yang tidak pernah berdusta. Meskipun puisi masuk dalam kategori fiksi, tetapi dalam realitas terciptanya puisi acapkali mengusung realita kata hati, sekaligus waktu dan kisah yang juga sesuai dengan fakta.

Berdasarkan siklus musim, pada bulan Juni umumnya tidak terjadi hujan. Karena, pada bulan tersebut Indonesia sedang mengalami musim kemarau. Terus, apakah SDD berdusta dalam penciptaan puisi kali ini? Tunggu dulu! Memaknai sekaligus menanggapi puisi seseorang tidak hanya dilihat dari teksnya saja, tetapi perlu juga ditelusuri konteks dan “ruh” atau “jiwa” puisi itu sendiri yang cenderung mengungkap “misteri” yang perlu dipecah-kajikan ulang.

Halaman: First 1 2 3 ... Next → Last Show All

Tinggalkan Balasan