Menjembatani Islam dan Ideologi Bangsa

698 kali dibaca

KH Ahmad Siddiq lahir di Tegalsari, Jember pada 24 Januari 1926 dari pasangan KH Muhammad Siddiq dan Nyai Maryam. Buku ini merupakan potret KH Ahmad Siddiq semasa aktif dalam berkhidmat kepada Nahdlatul Ulama (NU) dan Indonesia.

KH Ahmad Siddiq merupakan seorang yang berlatar belakang NU, aktif di beberapa organisasi di bawah naungan NU, dan beberapa kali menduduki jabatan di pemerintahan. Selain aktif di organisasi, ia juga seorang kiai yang mengasuh pondok pesantren dan memiliki beberapa karya seperti Dzikr al-Ghafili li Man ahabba an Yuhsyar ma’al-Auliya’ wa al-Sholihin, majmu’ah min ba’dh Ashhab, dan masih banyak lagi.

Advertisements

Penulis secara mengesankan, dan penuh keluasan historis mampu membaca pemikiran sosok KH Ahmad Siddiq dengan cermat. Buku yang berjudul Perumusan Pondasi Hubungan Islam dan Pancasila ini setidaknya menjadikan saya paham dengan tiga konsep ukhuwah terhadap spirit keindonesiaan, yaitu ukhuwah Islamiyyah, ukhuwah wathaniyah, dan ukhuwah basyariah.

Ukhuwah Islamiyyah merupakan salah satu konsep yang memiliki ruang keterikatan terhadap sesama muslim. Ikatan tersebut jika dikaitkan keindonesiaan, maka, tentu relevan sebagai negara muslim terbesar. Tetapi kemudian, yang menarik adalah, selain konsep ukhuwah wathaniyah, ada pula ukhuwah basyariah. Artinya, kebangsaan dan kemanusiaan merupakan wajah dari agama itu sendiri. Tiga konsep ini merupakan konsep proporsional, ketika Pancasila dijadikan sebagai simbol dari keindonesiaan.

Sebagai ideologi negara, tentu saja tidak semudah itu untuk berdiri di tengah impitan berbagai kelompok yang mengklaim bahwa merekalah ideologi yang paling sah di negara ini. Pancasila mengalami guncangan pada masa awal-awal masa berdirinya Indonesia. Ideologi islamisme dirasakan berdampak pada berdirinya Pancasila sebagai dasar negara, sehingga ada sebuah dilema antara tetap mempertahankan Pancasila sebagai ideologi negara atau harus diganti dengan ideologi islamisme (halaman 67).

Piagam Jakarta menyebutkan bahwa “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya,” dalam tanda kutip mengandung unsur-unsur ideologi islamisme. Hal ini merupakan tantangan tersendiri bagi keberlangsungan Pancasila yang masih berumur jagung. NU dan Muhammadiyah merupakan ormas yang memiliki tugas berat sebagai ormas yang menerima Pancasila sebagai ideologi negara.

Halaman: 1 2 Show All

Tinggalkan Balasan