“Menggugat” Budaya To’petto’

916 kali dibaca

(To’petto’ adalah sebuah rangkaian kematian dari hari pertama kematian seseorang [muslim] hingga hari ke tujuh, bahkan hari-hari berikutmya, hari keempat puluh, seratus, satu tahun, dan keseribu hari).

Setiap manusia pasti mengalami kematian. Tak terkecuali, bahkan diri kita sendiri yang saat ini, alhmadulillah, dalam keadaan sehat wal afiat. Ketika terdengar lantunan istirja’ (Inna lillahi wainna ilaihi roji’un) yang biasanya disiarkan dari pengeras suara masjid atau musala, maka pada saat itu ada keluarga yang sedang berduka. Mereka kehilangan salah satu atau lebih anggota keluarganya karena telah dipanggil oleh Allah.

Advertisements

Beragam bentuk musibah, sebagaimana dijelaskan di dalam al-Quran, “Dan sungguh akan kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Baqarah: 155).

Ayat ini menegaskan bahwa kematian (kekurangan jiwa) merupakan salah satu bentuk musibah yang harus dihadapi dengan cara sabar. Sebab pada akhirnya, kita semua akan kembali kepada Tuhan dengan membawa bekal amalan ibadah masing-masing.

Terkait dengan kematian, ada sebuah budaya (baca: kebiasaan) di suatu tempat (daerah) yang tidak mencerminkan akal budi (kebaikan). Budaya seharusnya membawa kepada kemaslahatan umat. Namun, terjadinya kebiasaan yang justru memberikan nilai yang tidak berbudi akan berdampak pada kemudharatan. Kebiasaan ini dikenal dengan istilah to’petto’ (hari ke tujuh setelah kematian) dan rangkaiannya, baik sebelum atau sesudahnya.

Kebiasaan setelah kematian di daerah ini adalah tidak mencerminkan badaya belasungkawa. Ikut larut dalam kesedihan karena ada seorang keluarga yang meninggal dunia. Justru terjadinya kematian berdampak kepada kematian lainnya, seperti menyembelih sapi, kerbau, atau kambing. Hal ini, sebagaimana diungkapkan oleh Bapak Haris, S. Pd., salah satu tenaga pengajar di SMPN 1 Batang-Batang, bahwa kematian berdampak kemalangan yang berlipat-lipat. “Kehilangan anggota keluarga, di desa ini akan menyebabkan musibah yang berlipat-lipat.”

Halaman: First 1 2 3 Next → Last Show All

Tinggalkan Balasan