Menegosiasikan Peran Keibuan (Motherhood) dalam Fiksi

1,433 kali dibaca

Peran motherhood dalam masyarakat Indonesia, Jawa khususnya, menempatkan pengasuhan anak dari kecil sampai menjelang dewasa dengan dibebankan kepada sosok ibu sehingga memungkinkan ketidak-terpisahan antara anak dan ibunya. Meskipun dalam konteks zaman yang terus berubah, banyak pasangan mulai mendialektikakan peran motherhood ini antara perempuan sebagai ibu dan laki-laki sebagai ayah. Cerita tentang motherhood ini juga muncul menjadi isu serta diskursus dalam kisah-kisah fiksi yang bisa diinterpretasi dengan pemaknaan yang beragam.

Tulisan singkat ini ingin melihat bagaimana motherhood dikonstruksi dalam teks dan dinegosiasikan oleh tokoh Pariyem dalam prosa liris Pengakuan Pariyem karya Linus Suryadi AG. Novel Pengakuan Pariyem, berlatar tahun 1970-an pada masa Sultan Hamengkubuwono IX, mengisahkan seorang permpuan bernama Pariyem yang menuturkan kembali kisah hidupnya dengan sudut pandang aku dan ditujukkan kepada seseorang bernama Mas Paiman.

Advertisements

Diceritakan bahwa Pariyem yang berasal dari Wonosari, Gunung Kidul bekerja sebagai babu di keluarga Ndoro Kanjeng Cokro Sentono, ndalem Suryo Mentaraman, Yogyakarta. Di sana, ia hamil setelah melakukan hubungan seksual bersama anak Ndoro Kanjeng, Den Bagus Ario. Menanggapi kehamilan yang menyangkut anak lelakinya itu, Ndoro Kanjeng memutuskan bahwa permasalahan tersebut diselesaikan secara kekeluargaan; Pariyem diantar pulang ke Wonosari sampai melahirkan anaknya lalu diminta kembali lagi ke Yogyakarta untuk bekerja seperti biasa. Sementara anak yang lahir diakui sebagai anak Den Bagus Ario serta bagian keluarga Cokro Sentono meskipun tanpa pernikahan.

Dalam cerita Pariyem, peran motherhood yang dilakukan Pariyem berbeda dari apa yang dilakukan oleh ibunya, Parjinah. Kedua orang tua Pariyem yang awalnya seniman, setelah geger G-30-S/PKI kehilangan pekerjaannya karena kegiatan kesenian kethoprak dan ledhek menjadi punah. Mereka kemudian tinggal di Wonosari, Gunung Kidul menjadi petani, “bercocok tanam di ladang” (Pengakuan Pariyem, hal 28) dan di sanalah Parjinah mengasuh Pariyem serta kedua adiknya di tengah aktivitas bertani dan berjualan ke pasar.

Halaman: First 1 2 3 Next → Last Show All

Tinggalkan Balasan