Membaca Ulang Islamisasi Nusantara

1,295 kali dibaca

Islam datang ke Nusantara masih menyisakan banyak ruang perdebatan, khususnya bagi mereka yang tidak sepakat dengan konsep Wali Songo. Eksistensi Wali Songo sebagai penyebar Islam di Nusantara cukup membuat sebagian orang menanyakan ulang terkait proses Islamisasi yang terjadi di Nusantara. Islamisasi Nusantara menjadi trandsetter dalam melihat bagaimana kondisi sosial-masyarakat, variasi keyakinan masyarakat Jawa sehingga mampu ikut dalam menyebarkan Islam sebagai agama secara massif hingga saat ini.

Buku karya Ahmad Baso ini, Islamisasi Nusantara, mencoba mengurai bagaimana proses Islamisasi di Nusantara dengan menyajikan berbagai data yang diramu dengan apik. Baso dalam pengantarnya menyoroti bagaimana dinamika konsep Islamisasi Nusantara yang dipaparkan banyak tokoh dengan dalil ilmiah, islamis, dan katanya paling otoritatif berbicara tentang proses masuknya Islam di Nusantara.

Advertisements

Kendati demikian, proses tersebut juga sarat dengan nuansa konstruksi ideologi yang dibawa mulai dengan nuansa kolonialisme, penjajahan, superioritas, dan sikap merendahkan kaum pribumi yang terdiri dari ulama dan waliyullah di Nusantara.

Usaha lain dilakukan oknum a historis adalah meninjau kembali konsep Islam yang dipupuk auliya di Tanah Jawa. Islam sebagai pemersatu keberagaman suku, motivasi utama dan cita-cita luhur kemanusiaan, dianggap hal tidak penting untuk dipelajari generasi muslim. Mereka ini seperti Snouck Hurgronje dengan karya Verspreide Geschriften, R.A Kern dengan karya De Verbreiding van den islam, J.P Moquette dengan karya De Oudste Moehammedaansche Het Eerste Congress Voor De Taal-Land En Volkenkunde Van Java, dan orientalis Inggris, R.O Winstedt tak ketinggalan sumbangsihnya.

Mereka mencoba menyebarkan perangkap bahwa ulama Nusantara tidak layak dan tidak memenuhi kualifikasi untuk menyebarkan, mengembangkan, dan mewujudkan Islam sebagai agama rahmah lil alamin. Mereka menanyakan ulang peran Syaikh Nawawi al Bantani al Jawi, Syaikh Abdus Shomad al Falimbangiy, Syaikh Muhammad Irsyad al Banjari, Syaikh Khatib Sambas al Minangkabawi, Syaikh Mahfud al Tarmusi, Syaikh Kholil bin Abdul Latif al Bangkalniy, dan ulama lainnya.

Tak heran jika sebagian mereka ketakutan dengan spirit Islam yang dibangun oleh para ulama Jawa. Mereka takut dengan Islam sebagai motivator persatuan bangsa kita atau pun sebagai pemupuk ide nasionalisme ekonomi kita. Mereka dengan fasih memberikan analisa data dengan dibumbui informasi yang diklaim rasional, faktual, dan ilmiah dengan sandaran pada penalaran positivistik yang berlaku di Eropa (hlm 12).

Misalnya, buku Ricklefs yang berjudul Polarising Javanese Society, menguraikan betapa saratnya kepentingan yang dibungkus di dalamnya. Di sana akan kita temukan analisis berbisa bak racun dibungkus klaim ilmiah tentang periode krusial keberislaman dan kenusantaraan kita, yaitu Islam yang dibawa para wali itu adalah bencana peradaban bagi orang Jawa.

Ditambah lagi dalam catatan berikutnya, bahwa kajian-kajian tentang kiprah para wali dan sejarah awal Islamisasi di Nusantara selama ini masih diliputi praduga-praduga yang tidak ilmiah. Wali Songo dianggap sebagai mitos dan penuh dengan legenda irasional. Karya-karya babad dan hikayat dianggap penuh khayalan bahkan karya tentang Wali Songo yang ditulis oleh orang Indonesia dianggap sebagai cerita yang tidak jauh dari kehidupan kita sehari-hari (hlm 14).

Terlepas dari konstestasi konsep Wali Songo, Ahmad Baso menawarkan sejumlah dekontruksi gagasan yang dibawa oleh orang luar tentang Wali Songo seperti yang sduah saya jelaskan di atas. Baso juga memberikan afirmasi konseptual tentang Islam Nusantara.

Islamisasi Nusantara atau epistemologi Jawa menampilkan dirinya dalam konteks kekinian sebagai keterputusan epistemologis dengan nalar hegemonik eurosentrisme. Semisal klaim universalisme dalam membaca posisi Islam dan Nusantara di dunia. Pada saat bersamaan, ia membawa satu perspektif kritis ke-nusantara-an untuk membaca seluas mungkin teks-teks budaya historis lalu secara efektif memperluas batas-batas intelektual satu ranah keilmuan baru ke dalam disiplin islamic studies atau studi Islam kontemporer. Cara ini diharapkan bisa menjadi satu lompatan lebih maju dalam mengangkat Islam sebagai kekuatan peradaban kemanusiaan sekaligus menjadikan studi Islam nyambung dengan persoalan kemanusiaan, terutama di negeri Arab dan di Eropa yang kini dilanda krisis keagamaan dan konflik berdasarkan agama dan ideologi sektarian (hlm 27).

Oleh sebab itu, tidak mengherankan jika Islam Nusantra menjadi acuan dan panutan Islam di belahan dunia. Islam Nusantara mengajarkan sinergitas agama-budaya dengan local wisdom tanpa menghilangkan substansi Islam sebagai agama serta ajaran yang penuh kedamaian sejati. Begitulah penjelasan tentang Islam Nusantara karya Ahmad Baso, intelektual muda NU. Wallahu A’lam.

DATA BUKU

Penulis          : Ahmad Baso
Judul buku    : Islamisasi Nusantara
Penerbit        : Pustaka Afid Jakarta
Tahun terbit  : 2019
Cetakan        : II

 

Multi-Page

Tinggalkan Balasan