Melegalkan Kekerasan terhadap Perempuan Atas Nama Agama

1,401 kali dibaca

Kekerasan terhadap perempuan semakin merebak dan terbuka. Fenomena ini sering kita lihat dan jumpai dalam  berbagai media sosial. Keterbukaan akses ini membuka sekat ruang dan waktu, sehingga saat ini kita bisa mengetahui bahwa kekerasan terhadap perempuan sudah memenuhi ruang privat dan publik. Mulai dari toilet, rumah, kampus, pasar, pinggir jalan, bahkan lembaga pendidikan agama. Bentuknya yang beraneka ragam, melibatkan berbagai individu turut terseret sebagai subjek kekersan ini. Ada warga sipil, pejabat pemerintah, entertainer, dan tokoh masyarakat. Realitas ini tentunya meresahkan sekaligus mengancam eksistensi perempuan khususnya dan moral kemanusiaan.

Islam sejak kelahirannya berusaha untuk membongkar ideologi diskriminatif yang sarat akan muatan-muatan kekerasan terhadap perempuan. Perlu diingat kembali, tradisi orang Arab pada waktu itu memandang perempuan sebagai manusia yang sangat rendah dan menempatkannya pada posisi kelas dua. Tidak berharga dan tidak memiliki hak apa-apa atas hidupnya. Lebih dari itu, perempuan dianggap sebagai pembawa malapetaka, aib yang memalukan, dan  oleh karena itu harus dimusnahkan.

Advertisements

Fenomena ini diabadikan dalam berbagai ayat Al-Qur’an. Di tengah kegelapan yang kelam inilah, Islam melalui ayat sucinya menggaungkan pesan-pesan moral kemanusiaan. Perlahan menghapus segala bentuk eksploitasi terhadap perempuan dan mengangkat martabatnya serta mensejajarkannya dengan laki-laki baik dalam hak dan kewajiban.

Islam menjadi pelopor yang memperhatikan hak-hak perempuan, seperti halnya ketetapan hukum yang diformulasikan Al-Qur’an mengenai hak waris perempuan, hak untuk bersaksi bagi perempuan, dan yang paling revolusioner adalah seperangkat hukum keluarga yang ditetapkan dalam Al-Qur’an yang menghapuskan praktik eksploitasi laki-laki terhadap perempuan.

Namun, tidak bisa dimungkiri bahwa ada beberapa dalil nash (Al-Qur’an dan Sunnah) yang oleh beberapa kalangan muslim dianggap sebagai legitimasi untuk merendahkan perempuan dan menempatkannya dalam posisi subordinat laki-laki. Pada gilirannya, pandangan tersebut akan memberikan peluang bagi laki-laki untuk melakukan kekerasan terhadap perempuan. Hal ini tentu sangat kontradiktif dengan misi besar Islam mengenai kesetaraan dan moral kemanusiaan sebagaimana disebut di atas.

Halaman: First 1 2 3 ... Next → Last Show All

Tinggalkan Balasan