Mak, Aku Ingin Berkurban

1,381 kali dibaca

“Assalamualaikum…” Pandu masuk dan segera menyalami emaknya yang sedang menggendong adiknya sambil mengaduk sayur di atas kompor.

“Waalaikum salam. Abang sudah pulang nih, Dek,” sambut Emak sambil meraih tangan Pandu dan mencium pipinya.

Advertisements

“Mak, tadi pak guru bercerita kisah nabi Ibrahim dan Ismail. Juga keutamaan berkurban.”

“Pasti ceritanya seru.”

“Iya Mak, banyak yang melongo waktu mendengar Nabi Ismail rela berkurban karena perintah Allah. Tetapi ternyata diganti dengan binatang, Mak”.

“Benar, Nak. Kita harus mencontoh keikhlasannya. Inshallah nanti akan mendapat ganti yang lebih baik.

“Iya, Mak. Mak, habis makan boleh Pandu main ke rumah Ramadhan? Katanya ayahnya sudah beli kambing bandot. Pandu mau melihatnya. Kawan-kawan yang lain juga diajak ke sana Mak.”

“Boleh, sekarang Pandu ganti baju, cuci tangan, makan dan sholat dulu. Nanti baru pergi main. Tapi jangan lama-lama ya. Dan harus rukun sama teman-teman.

“Iya, Mak.” Pandu bergegas untuk mengganti pakaian. Sementara ibunya mengambil nasi sambil sesekali mengaduk sayur yang sedang dimasaknya.

Tidak lama kemudian Pandu datang kembali. Mereka bertiga pun menikmati masakan emaknya.

“Sayurnya enak, Mak.”

“Iya, kan Emak kasih bumbu.”

“Tapi kalau kita makan daging, lebih enak ya Mak.”

“Ya, nanti kalau sudah ada uang, kita beli daging. Sekarang habiskan sayur bayamnya ya.”

Mereka pun melanjutkan makan hanya dengan sayur saja, tanpa ada tambahan lauk. Pandu cukup mengerti, pasti uang emaknya habis sehingga tidak bisa membeli tempe atau tahu. Seandainya bapaknya seperti ayah anak-anak lain yang rajin bekerja, pasti hidup mereka akan lebih senang.

Namun Pandu menerima saja apa yang ada. Dia pernah bertanya pada bapaknya, tetapi jawabnya mencari pekerjaan tidak mudah. Untuk usaha, tidak punya modal. Akhirnya hanya mengandalkan upah emaknya yang buruh mencuci untuk hidup.

Halaman: First 1 2 3 ... Next → Last Show All

Tinggalkan Balasan