Kurban dan Implikasi Sosialnya

834 kali dibaca

Kurban (Bahasa Arab: قربن, transliterasi: Qurban), yang berarti dekat atau mendekatkan atau disebut juga udhhiyah atau dhahiyyah, secara harfiah berarti hewan sembelihan. Sedangkan, ritual kurban adalah salah satu ibadah pemeluk agama Islam dengan melakukan penyembelihan binatang ternak untuk dipersembahkan kepada Allah.

Ritual kurban dilakukan pada bulan Dzulhijjah pada penanggalan Islam, yakni pada tanggal 10 (hari nahar) dan 11,12, dan 13 (hari tasyrik) bertepatan dengan Hari Raya Idul Adha (wikipedia). Hari Raya yang dirayakan setiap tanggal 10 Dzulhijjah oleh seluruh umat Islam, juga biasa disebut sebagai Idul Qurban, merupakan salah satu dari dua hari raya, selain Hari Raya Idul Fitri setiap 1 Syawal tahun Hijriyah.

Advertisements

Di samping sebagai bagian dari ritual peribadatan umat Islam, di dalam pelaksanaan ibadah kurban (berkurban bagi yang mampu), terdapat nilai-nilai sosial yang dapat dijadikan rujukan hikmah kehidupan. Ketika seseorang berkurban, maka daging kurban tersebut dapat dijadikan wasilah (perantara) untuk membangun relasi sosial dalam berkehidupan. Di samping itu, berkurban juga merupakan bentuk pengakuan seorang hamba terhadap keagungan Tuhan.

Banyak dijelaskan di kitab-kitab fikih bahwa hewan yang dapat dijadikan kurban adalah domba (kambing), sapi, unta, dan kerbau. Dilansir dari merdeka.com, bahwa hewan yang dapat dijadikan kurban seperti, unta, kambing, domba, sapi, atau kerbau. Tentunya, jenis-jenis hewan ini sudah memenuhi ketentuan sebagai hewan ternak yang sehat dan layak untuk dikurbankan.

Historika Kurban

Sejarah kurban berawal dari kisah Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail. Nabi Ibrahim adalah seorang hamba yang sangat taat dan patuh kepada Allah. Hingga suatu waktu Nabi Ibrahim berujar, “Bahkan anakku sekalipun akan aku kurbankan demi keagungan Allah.” Allah kemudian memerintahkan Ibrahim untuk menyembelih Ismail (putranya) sebagai bentuk pengabdian dan pengurbanan.

Tentu saja untuk melaksanakan perintah Allah tersebut tidak mudah dan tidak gampang. Anak semata wayang, yang dari sejak awal didamba-dambakan, kemudian disuruh disembelih untuk sebuah pengurbanan. Tetapi Nabi Ibrahim bukan hamba “kaleng-kaleng”. Ia pun menyampaikan perintah Tuhan kepada kepada putranya, Ismail.

Halaman: First 1 2 3 Next → Last Show All

Tinggalkan Balasan