Kiai Ghazali Ahmadi yang Berjuluk Raksasa Genius

1,755 kali dibaca

Bagi masyarakat Kangean, Semunep, KH Ghazali Ahmadi dikenal sebagai sosok kiai, ulama, dan guru yang sederhana, santun, dan bersahaja. Ia juga dikenal sebagai bagian penting dalam penyebaran agama Islam di awal tahun 1980-an hingga 2021. Kontribusinya begitu besar terhadap tegaknya Islam Ahlussunnah Waljamaah terutama di pulau-pulau terpencil di Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur.

Lebih dari itu, Kiai Ghazali lebih dikenal sebagai sosok kiai yang toleran, egaliter sekaligus panutan/teladan segala aspek. Dalam kesehariannya, Kiai Ghazali tidak menampakkan sifat ketokohannya. Kiai Ghazali tetap menjalani hidup layaknya masyarakat setempat, yaitu tekun bekerja, membantu masyarakat; membersihkan halaman rumahnya hingga ruas jalan, dan lain sebagainya.

Advertisements

Kiai Ghazali Ahmadi lahir di Dusun Arjasa Lao’ (Selatan), Desa Arjasa, Kabupaten Sumenep pada 4 Mei 1945 dan wafat pada Jumat, 16 Juli 2021. Ia terlahir dari pasangan Bahauddin ibn ‘Adhuddin dan Nur Thayyibah binti Halimah (Nyai Sepuh) binti KH Dawud ibn KH Damsyiah ibn KH Abdul Bari (Ju’aji). Melalui jalur ibundanya, Kiai Ghazali adalah keturunan kiai atau ulama yang cukup berpengaruh terutama di Arjasa Lao’ dan Duko Lao’.

Meskipun berasal dari keluarga sederhana, Kiai Ghazali tumbuh menjadi sosok yang dikenal cerdas dan senang mengembara dalam rangka mencari ilmu. Maka, Ghazali kecil bukan hanya bersekolah di SDN Arjasa I Sumenep, melainkan juga ngaji. Ia ngaji pada pamannya sendiri, KH Syarfuddin Abdusshomad. Di samping itu, ia juga ngaji pada para kiai lain di Kecamatan Arjasa.

Hampir sepanjang hari seluruh waktunya dimanfaatkan untuk belajar. Sekiranya dari pagi sampai siang bersekolah di Sekolah Dasar, siang sampai sore hari mengaji pada Kiai Syarfuddin, maka malam harinya walau tidak kontinu, Ghazali kecil mengaji pada KH Rasyid Ridha dan KH Kanawi Fadhlillah. Dan ketika Kiai Abdul Adhim hijrah ke Kangean Sumenep pada 1957, Ghazali muda bersama Qasdussabil menambah ngaji kitabnya pada KH Abdul Adhim, seorang kiai asal Gowa-Gowa Raas, Sumenep, lulusan Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo, Situbondo, Jawa Timur.

Halaman: First 1 2 3 ... Next → Last Show All

Tinggalkan Balasan