Kiai dan Teologi Tanah (3): Logam Tanah Jarang

963 kali dibaca

Pada 1980-an, rezim Orde Baru bermegah-megahan dan menghambur-hamburkan hasil booming minyak bumi Indonesia. Pemerintahan Orde Baru memboroskan miliaran dollar AS untuk membeli lahan-lahan kosong dan membangun gedung-gedung megah pada masa itu.

Di belahan bumi yang lain, dalam kurun waktu yang hampir sama, bangsa China, yang dipimpin oleh Partai Komunis China, mulai membangun masa depannya. Fondasi pertama adalah membangun struktur dan infrastruktur pendidikan modern berstandar Eropa atau Amerika. Kemudian, fondasi kedua adalah program beasiswa pendidikan tinggi di negara-negara maju, khususnya Amerika Serikat, bagi pelajar-pelajar terbaik bangsa China.

Advertisements

Fondasi ketiga adalah laboratorium riset yang dibangun oleh para doktor dan profesor, dengan berbagai disiplin keilmuan, yang telah lulus kuliah dan pulang kembali ke RRC. Fondasi keempat adalah struktur dan infrastruktur industri dalam negeri dari hulu hingga hilir yang dilindungi oleh undang-undang negara. Pemerintah China menggunakan kebijakan industri untuk mengembangkan keahlian dalam ekstraksi, pemisahan, dan penyempurnaan Logam Tanah Jarang.

Sekarang, pada abad milenial ini, kita menyaksikan perbedaan bagai bumi dan langit antara Republik Indonesia dengan Republik Rakyat China. RRC adalah pemain kunci kelas dunia dalam produksi Logam Tanah Jarang (LTJ) atau Rare Earth Elementh (REE). LTJ merupakan unsur penting dalam pembuatan memori komputer, dvd, baterai isi ulang, telepon genggam, catalytic converter, sensor, magnet, lampu neon, layar sentuh, kamera, tabung hampa udara, panel surya, satelit, pesawat antariksa, busi, hulu ledak nuklir atau mobil listrik.

Dari abad ke-16 hingga ke-20, para wali, kiai, dan santri serta segenap elemen bangsa Indonesia melakukan gerakan perlawanan terhadap penjajahan kolonial Belanda, gerakan kebangkitan nasional dan gerakan perlawanan terhadap pendudukan Jepang. Ketika dialog panjang Islam dengan budaya Nusantara, khususnya Jawa, mencapai titik kulminasinya, pribumisasi Islam telah matang.

Puncaknya adalah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pada 1945 oleh Soekarno – Hatta mewakili segenap bangsa Indonesia. Kata Pram: “Selepas Kerajaan Majapahit, bangsa Indonesia belum pernah dipersatukan, maka bangsa baru yang mencakupi kepulauan yang jauh lebih besar dari Kerajaan Majapahit ini dapat dipersatukan dengan beberapa faktor yang sedikit banyaknya memiliki persamaan dengan sarana modern yang diperlukan: bahasa Melayu sebagai lingua franca, Islam sebagai kepercayaannya.

Halaman: First 1 2 3 ... Next → Last Show All

Tinggalkan Balasan